Konstruksi Idiologis Gerakan Fundamentalis Islam Dalam Lingkup Negara Kesatuan Republik Indonesia (Telusur Jaringan Terorisme di Indonesia)
Oleh: Drs. Jeje Abdul Rojak, M.Ag.
A. Pendahuluan
Penelaahan secara mendalam terhadap akar munculnya radikalisme dan terorisme di kalangan umat Islam di Indonesia, selalu menarik untuk dicermati secara mendalam. Karena banyaknya segi yang dapat didalami dan luasnya jaringan bahkan jaringannya sangat rapi serta tersembunyi, tidak mungkin dengan instan dapat dilacak semuanya. Itulah sebabnya makalah ini memfokuskan akar jaringan gerakan radikalisme yang mengatasnamakan umat Islam dari sisi penanaman ajaran dari madzhab mana yang disinyalir berkontribusi terhadap lahirnya gerakan terorisme nusantara.
Fenomena radikalisasi di kalangan ummat Islam seringkali disandingkan dengan faham keagamaan. Faham keagamaan Islam yang sering dianggap menjadi inspirasi gerakan radikal adalah paham wahhabi, sekalipun kalau dicermati secara seksama gerakan radikal di kalangan beragama merupakan fenomena sosial dan bukan fenomena keagamaan. Artinya pengaruh ajaran keagamaan seradikal apapun hanya merupakan salah satu faktor dari sekian banyak faktor radikalisasi gerakan sosial kemasyarakatan.
Kajian ini tidak memfokuskan pada fenomena gerakan radikal ummat Islam, tetapi memfokuskan pada fenomena transformasi nilai-nilai salafi, yang sering diidentikkan sebagai inspirasi gerakan radikal tersebut. Laporan regional Asia yang dikeluarkan oleh International Crisis Group (selanjutnya disebut ICG) pada tanggal, 13 September 2004[1] menyebutkan bahwa di Indonesia terdapat sejumlah lembaga pendidikan yang bergabung dalam Forum Komunikasi Ahlussunnah wal Jamaah (FKAWJ). Sejumlah pondok pesantren tersebut mencoba mengajarkan ajaran salafi kepada para santri dan siswanya dengan tujuan:
1. Untuk melatih para calon pengajar di bidang keislaman dan bahasa Arab yang dikemudian hari akan ditempatkan di sejumlah sekolah Islam dan pondok pesantren.
2. Untuk menyiapkan sejumlah muballigh yang akan menyebarluaskan paham salafi di masyarakat dalam skala yang lebih besar.
3. Untuk mempraktikkan ajaran Islam yang terhindar dari bentuk-bentuk yang berbau Bid’ah, Takhayul dan Khurafat.
4. Untuk melaksanakan program dauroh dan beberapa bentuk pelatihan yang lain.
Di kalangan pengikut Salafi di Indonesia terdapat dua kelompok besar. Pertama adalah kelompok Surury[2] dengan tokoh sentralnya Yusuf Baisa berpendapat bahwa untuk dakwah Islam harus dibangun atas tiga pilar utama. Kemampuan organisatoris seperti yang dicontohkan oleh gerakan Ikhwanul Muslimin, kebijakan Jama’ah Tabligh dan ajaran keagamaan yang pernah diajarkan oleh para tokoh-tokoh salaf. Sedangkan dakwah bertujuan untuk menyebarluaskan dan mengajarkan pengetahuan keagamaan Islam di kalangan ummat Islam.