Oleh: Jondra Pianda, S.Sy.
Sengaja saya memilih tema
Al-Qur’an dengan judul Ketika Al-Qur’an Digugat, Jawaban Bagi yang Suka
Bertanya; karena tulisan ini berisi tanggapan yang ditujukan bagi seseorang
yang spesial. Seseorang yang menurut saya cerdas karena rasa keingin-tahuannya
yang begitu besar terhadap Islam walaupun dia sendiri adalah non-Islam. Darinya
pula akhirnya saya mengetahui bahwa disamping dua agama samawi (agama
langit, yaitu Islam dan Kristen) terdapat pula keyakinan yang memposisikan
dirinya berada diantara kedua agama Tuhan tersebut. Keyakinan inilah yang
dianggap paling benar oleh “yang suka bertanya” itu.
Sedikit saya deskripsikan
bagaimana keyakinan itu, bahwa dia menuhankan Allah SWT sebagaimana orang Islam
meyakininya tetapi tidak dengan Muhammad sebagai Nabi terakhir. Sebaliknya Nabi
Isa a.s. menurutnya adalah Nabi terakhir sehingga Isa a.s. lah yang akan
diturunkan menjelang kiamat, sebagaimana orang Islam meyakininya pula. Orang
kristen pada umumnya telah salah menganggap Isa a.s. sebagai Tuhan, ini
merupakan bentuk kekafirannya terhadap Kristen sehingga dia dan kelompok
marginalnya dianggap sesat dan menyimpang.
Berada pada wilayah pemikiran
marginal biasanya memaksa seseorang untuk menginvansi pemikirannya itu sehingga
mendapat kepuasan yang nyata. Syndrome membeda-bedakan satu pemikiran
dengan pemikliran yang lain adalah manifestasi dari bentuk derasnya dorongan
diri untuk mengadakan perluasan ide. Inilah kemungkinan yang menurut saya
terjadi pada “yang suka bertanya” dan yang suka pula menggugat itu.
Islam adalah agama yang sangat
mudah digugat karena relatif termuda diantara agama-agama samawi dan duniawi
lainnya. Sebagai kitab suci orang Islam, Al-Qur’an adalah objek yang paling
sering menjadi gugatan orang non-Islam. Hal ini disebabkan karena Al-Qur’an
adalah sumber utama –di samping hadis-
ajaran yang berisi segala ide tentang Islam. Dengan menggugat Al-Qur’an,
berarti menggoyahkan akar dari pohon yang disebut Islam, sebut saja akidah
(ketuhanan/tauhid), syariah (hukum/ibadah), dan muamalah (akhlak/sosial). Hal
ini mengandung pengertian bahwa seseorang yang lemah pengetahuannya tentang
kandungan Al-Qur’an, akan mudah tergoyah dan tercabut dari apa yang dia yakini
sebagai suatu kebenaran itu. Hal inilah yang membuat kita begitu khawatir baik
terhadap diri kita sendiri ataupun orang disekitar kita yang seringkali
dihadapkan pada pertanyaan ekstrem seputar isi kandungan Al-Qur’an.
Al-Qur’an biasa didefinisikan
sebagai firman Allah SWT yang disampaikan oleh malaikat Jibril a.s. sesuai
redaksi-Nya kepada Nabi Muhammad saw., dan diterima oleh umat Islam secara tawatur
(beruntun). Isi pokok kandungannya mencakup tiga hal utama yaitu, akidah,
syariah dan muamalah. Terkait pembahasan ini, maka tidak ada salahnya saya
sampaikan bahwa disamping ketiga hal pokok itu, Al-Qur’an juga berisi mukjizat
(bukti kebenaran). Yaitu mukjizat yang dimiliki atau terdapat di dalamnya,
bukan bukti kebenaran yang datang dari luar Al-Qur’an atau faktor luar.
Mukjizat (bukti kebenaran)
Al-Qur’an ditinjau dari beberapa aspek, yaitu: aspek kebahasaan yang memuat
keistimewaan Al-Qur’an dari segi susunan kata dan kalimat, keseimbangan dan ketelitian
redaksinya. Di samping aspek pertama itu, mukjizat Al-Qur’an juga dapat
dipandang dari segi pemberitaan gaib yang terjadi secara nyata dan tingkat
akurasinya mencapai seratus persen. Dengan mukjizat yang dipaparkan itu, maka
Allah SWT melalui Al-Qur’an secara tegas mengatakan bahwa tidak ada keraguan di
dalamnya (Al-Baqoroh:2), dan Dia mengikutinya dengan menantang siapa saja yang
meragukan kebenaran Al-Qur’an untuk mendatangkan kitab atau tulisan jenis apa
pun yang kemudian disandingkan dengan Al-Qur’an (Yunus:38).
Kalaupun ada yang mempertanyakan
siapa yang mengarang Al-Qur’an? Maka bukti yang menuntut rasionalitas berikut
saya kira cukup untuk menjawabnya. Bukti kebenaran yang menunjukkan bahwa
Al-Qur’an bukan hasil karya Nabi Muhammad saw., melainkan Allah SWT. Di dalamnya terdapat ayat-ayat teguran berupa
kecaman, ancaman Allah SWT terhadap Muhammad, Nabi-Nya. Misalnya dalam surat
‘Abasa ayat 1-12, Al-Anfal ayat 67-69 dan surat Ali Imran ayat 128. Isi ringkas
ketiga ayat ini adalah kecaman, ancaman, dan pengampunan, serta anugrah Allah
SWT kepada Nabi Muhammad karena beberapa perilakunya yang kurang sesuai dengan
kehendak Allah SWT. Namun demikian, hal ini justru merupakan bukti bahwa
Muhammad adalah manusia biasa sehingga memiliki sisi kemanusiaan yang tak
pernah lepas lagi khilaf. Dia bukan Malaikat, dia sama dengan manusia biasa.
Hanya saja dia mampu mengenal dan mengembangkan potensi ruhaniyah lah yang
menjadikannya berbeda. Inilah yang disebut oleh M. Quraish Shihab sebagai
Mukjizat.
Uraian silih berganti antara
kecaman, ancaman, dan pengampunan, serta anugrah itu, tidaklah mungkin muncul
dari diri seorang manusia biasa yang sedang diliputi oleh kondisi tertentu.
Bisakah terhimpun antara kesenangan dan kesusahan, amarah dan cinta, kecaman dan
pujian pada saat yang bersamaan? Kalaupun bisa, maka pasti yang kedua menghapus
yang pertama, tetapi mengapa di sini keduanya ditampilkan bersamaan? Kalau yang
dituturkan ayat tersebut bersumber dari diri Nabi saw., maka dapat dipastikan
bahwa beliau langsung akan sampai pada izin makan atau menggunakan harta
rampasan itu, tanpa menyinggung lagi sikap yang beliau ambil sebelumnya.
Dengan pemaparan tentang mukjizat
Al-Qur’an di atas, maka sejatinya Al-Qur’an adalah kitab suci yang begitu agung
dan memuat keagungan karena diciptakan oleh Yang Maha Agung. Oleh karena itu,
Al-Qur’an hanya bisa ditafsirkan oleh orang yang bersih hatinya sehingga dia
mengerti keinginan Allah SWT di dalam Al-Qur’an, dan kompeten yaitu orang yang
menguasai beberapa ilmu secara bersamaan. Dengan kata lain, hak menafsir
Al-Qur’an hanya milik orang yang telah memenuhi kriteria subjektif dan beberapa
kriteria ilmu yang harus dikuasai (al-qowa’id allati yahtaju ilaiha al
mufassir) yang terdapat dalam ‘Ulumut Tafsir. Ilmu-ilmu tersebut di
antaranya adalah al ‘limu al muhkam wal mutasyabih, al ‘am wal khash, an
nasikh wal mansukh, al muthlaq wal muwayyad, dan almanthus wal mafhum. Di
samping itu, terdapat pula satu syarat subjektif yang tidak kalah signifikan
dengan syarat-syarat terdahulu yaitu menguasai bahasa Arab secara utuh.
Dengan demikian, jika kemudian
ada orang Islam atau non-Islam yang mencoba menafsirkan Al-Qur’an tanpa
mempedulikan ketentuan-ketentuan di atas maka saya persilakan pembaca
memberikan penilaian. Atau yang paling
sering terjadi adalah munculnya penafsir terjemah Al-Qur’an. Dan inilah yang
saya maksud dengan “yang suka bertanya” pada judul tulisan ini. Orang yang
selalu memposisikan Al-Qur’an sebagai jiplakan dan hasil karya Muhammad saw.
Dalam benaknya, tidak ada Nabi utusan Tuhan setelah Isa a.s. dengan kitab Injil
yang dibawanya. Sehingga dia mementahkan semua isi Al-Qur’an, membanding-bandingkanya
dengan Injil, dengan ilmu yang sangat
terbatas. Layaklah jika kemudian saya serupakan dia sebagai orientalis yang
diserang habis-habisan oleh Prof. Quraish Shihab dalam buku Mukjizat Al-Qur’an.
Permasalahan tidak hanya sampai
di sini, sebab para orientalis kalangan bawah tidak hanya membaca dan
menafsirkan terjemah Al-Qur’an, tapi juga berusaha memperdalam informasi
tentang pemahaman terhadap Al-Qur’an melalui orang Islam di sekitarnya dengan
membuka ruang diskusi yang sering kali tidak berimbang. Ironisnya, yang mereka
ajak diskusi itu adalah mereka yang awam pengetahuanya tentang ilmu Al-Qur’an
yang dengan keluguannya terpancing merespon setiap pertanyaan orientalis yang
jauh telah disiapkan (well-prepared) sebelumnya. Artinya, respons yang
muncul dari yang menjawab hanya sebatas doktrin bahwa Al-Qur’an memuat suatu
kebenaran yang nyata tanpa mengetahui akar ajaran demikian. Al hasil, dalil
yang disampaikan pun sangat mudah dipatahkan.
Sebagai penutup, jika kemudian
masih ada keraguan dalam diri anda –para orientalis- terhadap kebenaran
Al-Qur’an maka –mudah-mudahan saya salah- bahwa
faktor kebencian anda adalah penyebabnya. Sebab yang telah menutupi akal
dan rasio sehat anda. Dan saya sampaikan bahwa Allah SWT swt., menantang anda
untuk mencarikan kitab terbaik yang anda punya atau ketahui untuk dijadikan
bahan tandingan bagi Al-Qur’an. Wallahu a’lam bish shawab!
Bantul, 13 April 2012
Salam manis
Mas Guru YoPi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar