Sebagaimana
telah dipaparkan sebelumnya, bahwa Islam diyakini sebagai agama yang universal
dan berlaku sepanjang masa yang ajarannya diklaim akan selalu sesuai dengan
tuntutan zaman dan tempat (shālihun likulli zamān wa makān).[1]Al-Qur’an
menyatakan bahwa lingkup keberlakuan ajaran Islam adalah untuk seluruh ummat
manusia, dimana pun mereka berada.[2] Oleh karena itu Islam sudah seharusnya dapat diterima
oleh setiap manusia di muka bumi ini, tanpa ada konflik dengan situasi kondisi
dimana ia berada.[3]
Harun
Nasution membagi sejarah Islam ke dalam tiga periode yaitu periode klasik
(650-1250 M.), periode pertengahan (1250-1800 M.) dan periode modern (1800 M.-
dan seterusnya).[1]Dalam
persepsi muslim tradisional (pra modern), hukum Islam menyajikan sebuah sistem
yang ditakdirkan Tuhan, yang tidak ada kaitannya dengan berbagai perkembangan
historis. Dalam persepsi mereka, Al-Qur’an dan al-Sunnah telah memberikan
uraian rinci tentang segala sesuatu. Menurutnya, hanya ada satu sumber yang
darinya aturan-aturan hukum dapat dikembalikan yaitu wahyu Tuhan. Ide tentang
hukum alam tidak dikenal. Coulson menyimpulkan bahwa pemahaman tradisional
tentang perkembangan hukum Islam tidak memiliki dimensi historis sama sekali.[2]
Era
modern yang menurut Harun Nasution bermula pada abad ke-19,[3]merupakan
periode yang di dalamnya kepercayaan tradisional mulai dipertanyakan dan
mendapat tantangan serius. Melalui imperialisme, pengaruh peradaban Barat
terhadap dunia Timur, terutama dunia Islam, sangat kuat. Akibatnya, beberapa
aspek ajaran Islam dipertanyakan, dan salah satu aspek tersebut adalah
pertanyaan yang ditujukan kepada doktrin hukum Islam.[4] Pada perkembangan berikutnya modernitas ini berpengaruh
terhadap konsepsi hukum Islam (sebagaimana menurut anggapan muslim tradisional
tersebut di atas) .
Sengaja saya memilih tema
Al-Qur’an dengan judul Ketika Al-Qur’an Digugat, Jawaban Bagi yang Suka
Bertanya; karena tulisan ini berisi tanggapan yang ditujukan bagi seseorang
yang spesial. Seseorang yang menurut saya cerdas karena rasa keingin-tahuannya
yang begitu besar terhadap Islam walaupun dia sendiri adalah non-Islam. Darinya
pula akhirnya saya mengetahui bahwa disamping dua agama samawi (agama
langit, yaitu Islam dan Kristen) terdapat pula keyakinan yang memposisikan
dirinya berada diantara kedua agama Tuhan tersebut. Keyakinan inilah yang
dianggap paling benar oleh “yang suka bertanya” itu.
Sedikit saya deskripsikan
bagaimana keyakinan itu, bahwa dia menuhankan Allah SWT sebagaimana orang Islam
meyakininya tetapi tidak dengan Muhammad sebagai Nabi terakhir. Sebaliknya Nabi
Isa a.s. menurutnya adalah Nabi terakhir sehingga Isa a.s. lah yang akan
diturunkan menjelang kiamat, sebagaimana orang Islam meyakininya pula. Orang
kristen pada umumnya telah salah menganggap Isa a.s. sebagai Tuhan, ini
merupakan bentuk kekafirannya terhadap Kristen sehingga dia dan kelompok
marginalnya dianggap sesat dan menyimpang.
Berada pada wilayah pemikiran
marginal biasanya memaksa seseorang untuk menginvansi pemikirannya itu sehingga
mendapat kepuasan yang nyata. Syndrome membeda-bedakan satu pemikiran
dengan pemikliran yang lain adalah manifestasi dari bentuk derasnya dorongan
diri untuk mengadakan perluasan ide. Inilah kemungkinan yang menurut saya
terjadi pada “yang suka bertanya” dan yang suka pula menggugat itu.
Lagi, risywah (suap)
menjadi obrolan hangat. Tampak bahwa perbuatan ini memang tidak akan kunjung
padam di negeri ini. Terkait Risywah disinyalir banyak sekali
penyebabnya. Namun yang begitu nyata adalah karena pemerintah belum menemukan
format hukuman yang tepat untuk menjerat para pelaku. Mengapa Pemerintah?
Karena memang Negara ini adalah Negara hukum yang menempatkan Pemerintah
sebagai pengurus organisasi yang bernama Negara ini.
Guru memang harus objektif menilai murid. Prinsip ini seharusnya memang mendarah daging dalam diri seorang pendidik dan pengajar (pendidik dan pengajar itu beda, Bung!). Tapi bagaimanapun, setiap guru pasti punya siswa yang begitu ‘special’ - punyai nilai lebih- dari siswa-siswa yang lain. Spesialisasi itu memuat beberapa katagori, diantaranya: kecerdasan, kedisiplinan, dan loyalitas. Atau antonim dari ke-tiga kategori itu. Tapi terkait yang terakhir ini, saya punya cerita sendiri bersama ketiga murid yang menyebut dirinya sebagai “The Fly”. Apalagi pada momentum perpisahan siswa tahun ini, saya rasa tidak begitu lebay untuk menuangkan kenangan itu dalam bentuk tulisan .. betul tidak? (Aa Gym)
Awalnya saya gak donk apa maksud sebutan itu. Tapi setelah dipikir, ternyata nama itu adalah singkatan dari nama ke-tiga murid yang menurutku begitu special, F-arida, L-ina, Y-uni. Sekali lagi spesialisasi ini terkait loyalitas, bukan karena kami berlawanan jenis. Saya orang ganteng (bersertifikat Internasional), mereka Trio Macan (Manusia Cantiq) versi On The Spot.
Berikut ini komentar saya terkait beberapa kategori special “The Fly”, selain loyalitas :
Kedudukan manusia di mata Allah itu berbeda walaupun sama-sama ciptaan-Nya, dalam hal ibadah atau bentuk ketaatan tertentu.Ini menunjukan adanya level atau derajat yang berbeda pula. Kalau begitu pertanyaannya adalah apa yang menyebabkan adanya perbedaan kedudukan atau derajat manusia di mata Allah itu?
Ketika adzan berkumandang di waktu subuh, zuhur, asar, maghrib dan isa setiap muslim serentak mengerjakan salat diwaktu-waktu itu. Ketika bulan Ramadhan tiba, seluruh hamba Allah itu mengerjakan puasa bersama-sama pula. Ketika musim haji, serentak semuanya berduyun-duyun mengunjungi baitullah di Mekkah untuk melaksanakan rukun islam kelima itu. Setiap ibadah mahdhah yang dikerjakan tersebut dikerjakan sama baik rukun, syarat dan ketentuan-ketentuan lainnya. Yang membedakannya adalah motivasi yang dibangun oleh hati untuk mengerjaka ibadah-ibadah itu.