Muslimspot.com

Selasa, 15 Maret 2011

Membaca Pesan Tuhan Lewat Ariel*

“Apabila anda memperhatikan apa yang diserukan Allah SWT untuk direnungkan, hal itu akan mengantarkan kamu pada ilmu tentang Rabb, tentang keesaan-Nya, sifat-sifat keagungan-Nya dan kesempurnaan-Nya, seperti qudrat, ilmu, hikmah, rahmat, ihsan, keadilan, ridha, murka, pahala dan siksa-Nya. Begitulah cara Dia memperkenalkan diri kepada hamba-hamba-Nya dan mengajak mereka untuk merenungi ayat-ayat-Nya.”
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah


Bagian Awal
Suara “emas”vokalis flamboyan itu kini tidak lagi dapat didengar mengalun merdu secara live yang biasa menghiasi layar kaca. Dia kini mendekam di penjara untuk sementara menunggu proses pengadilan atas kasus yang membelitnya sejak beberapa bulan yang silam. Kasus yang cukup menghentak jantung para peng-idolanya bahkan kita semua. Kasus ini seolah merupakan rehat sejenak bagi pikiran bangsa yang sedang tertuju pada kasus- kasus nasional yang telah mendahuluinya.
Sudah cukup jenuh telinga ini mendengar korupsi yang tak kunjung terselesaikan. Alih- alih terselesaikan justru kian meluas dan berkembang. Kasus yang berdampak sistemik sehingga tidak hanya menyentuh ranah ekonomi namun juga politik, hukum, sosial, dan budaya. Sudah cukup banyak pula memori yang kita habiskan untuk berfikir tentang solusi atas masalah yang kian kompleks itu.


Belum lagi masalah terorisme yang kian menjadi. Pertempuran idiologi para “mujahid” dengan batin-nya yang tak dapat terselesaikan dengan baik, pada akhirnya melahirkan aksi yang memprihatinkan. Cukup banyak orang telah menjadi janda, yatim- piatu dan kehilangan anggota keluarga secara “dini” sebagai ulah para teroris itu. Perampokan dan pembantaian sebagai rangkaian terorisme pun terjadi di mana- mana. 


Disusul kemudian dengan fenomena berbagai bentuk dekadensi moral di segenap penjuru tanah air, dari kalangan atas hingga bawah dan dari dewasa hingga remaja, dan seterusnya. Kita lihat bagaimana para pejabat “mengobrak-abrik” sistem hukum kita. Padahal Allah SWT sangat melaknat orang demikian. Kita saksikan pula tindakan- tindakan asusila yang merajalela seperti penculikan, penyiksaan, perkosaan dan pencabulan terus meningkat tanpa ada solusi nyata. Telak saja, kepenatan pun menghinggap di setiap kepala segenap bangsa ini. Bahkan, entah sekedar lelucon atau sungguhan, sering kita mendengar ungkapan pesimistis seperti mengapa kita harus terlahir sebagai bangsa di Republik ini.
Apa pun itu, tentu saja respons semacam ini bukan jawaban yang kita inginkan atas kepenatan tadi untuk kemudian melahirkan good starting point dalam mengatasi masalah itu. Sebab, kita adalah orang- orang yang memiliki mutiara dalam diri kita masing- masing, yaitu iman.

Jadikan Sabar dan Shalat Sebagai Penolong
Sebagai orang yang mengaku ber-iman, ber-ihsan dan ber-islam, kita dituntut untuk mampu menyelesaikan segala permasalahan bukan dengan cara- cara jahiliyah. Bukankah Nabi diutus beberapa abad yang lalu salah satunya adalah untuk membenamkan cara- cara demikian dari kehidupan umat terbaik ini (khoiru ummah). Umat yang selalu diajarkan untuk menggunakan sabar dan shalat sebagai penolongnya dikala susah. Sebagaimana firman Allah SWT, yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” [Q.S. al-Baqarah (2):153]
Kedua upaya di atas jika berhasil dibawa ke dalam tahapan implementatif mungkin hasilnya akan sangat baik. Tidak hanya sebatas diperdengarkan atau dibaca. Paling tidak, sebagai upaya untuk membangkitkan optimisme, hal ini bukan sekedar isapan jempol semata. Sabar dalam arti yang lebih luas mencakup tiga hal penting yaitu produktif, kreatif dan inovatif. Sedangkan shalat dimaksudkan untuk menyerahkan segala urusan kepada Allah SWT setelah upaya pertama dilakukan. Namun kebanyakan umat islam tidak mampu memahami hal tersebut dengan baik dan benar. Bahkan untuk memahami bahwa bencana adalah bagian integral dari sebuah peradaban. Untuk kemudian peradaban itu berkembang menjadi lebih baik.

Ini adalah Jalan Kasih Sayang Allah
Dalam rangka inilah, Allah SWT menuangkan sebagian kecil dari ilmu-Nya kepada umat manusia untuk memelihara hamba-Nya (dari kehancuran) dengan dua jalan. Pertama, dengan ath-thariqah ar-rasmiyah (jalan resmi) yaitu dalam jalur wahyu melalui perantaraan malaikat Jibril kepada Rasul-Nya, yang disebut juga dengan ayat-ayat qauliyah. Dalam hal ini adalah ayat tentang sabar dan shalat tadi serta ayat- ayat berupa al wa’du wa al wa’id yang lain.
Kedua, dengan ath-thariqah ghairu rasmiyah (jalan tidak resmi) yaitu melalui ilham kepada makhluk-Nya di alam semesta ini (baik makhluq hidup maupun yang mati), tanpa melalui perantaraan malaikat Jibril. Karena tanpa melalui perantaraan malaikat Jibril, maka bisa disebut jalan langsung (mubasyaratan). Kemudian jalan ini disebut juga dengan ayat-ayat kauniyah. Ayat- ayat yang memberikan pertanda melalui gejala alam dan seisinya. Dalam hal ini adalah berbagai bencana, yang dalam konteks ini penulis identikkan dengan peringatan/ teguran Allah.
Kembali pada permasalahan pokok, tentang si Ariel. Sudah cukup teguran Allah bahwa kebanyakan bangsa ini sudah tidak lagi bersyukur kepada-Nya atas segala nikmat yang ada melalui al-Qur’an. Bangsa ini sudah hilang kepekaan terhadap kemiskinan, kesengsaraan dan penderitaan orang kecil sehingga Allah menggunakan jalan-Nya yang kedua (ayat-ayat kauniyah) untuk menegur, yaitu melalui peristiwa- peristiwa unik, diantaranya adalah kasus asusila mantan vokalis Peter Pan yang fenomenal itu.

Mengapa Harus Ariel?
Jika saja umat islam mampu “membaca” pesan dalam ayat-ayat kauniyah itu, sejatinya Allah SWT ingin memperlihatkan bahwa bangsa ini sudah “kebablasan” dalam melakukan pelanggaran terhadap undang- undang Allah SWT dalam al-Qur’an. Tentu kita sudah lama mengenal atau paling tidak mengetahui praktek- praktek asusila di negeri ini, tapi karena peristiwa- peristiwa itu dilakukan oleh kalangan “kelas teri” sehingga tidak cukup mendapat perhatian serius kita. Jadi seolah merupakan peristiwa yang biasa- biasa saja sehingga Allah SWT pun murka dan menghendaki kita untuk kembali kepada-Nya.
Kesih saying Allah SWT itu terrealisasi dengan “mengutus” Ariel untuk kita, sehingga praktek yang sudah dianggap biasa tadi kini menjadi luar biasa karena di lakukan oleh si “kelas kakap” seperti Ariel. Efektifitasnya pun mampu menarik perhatian secara nasional, dari Presiden hingga oknum masyarakat. Mereka bersama- sama “berteriak” memaksa pihak berwenang untuk menegakkan hukum seadil- adilnya kepada Ariel atas perbuatannya itu. Hukum yang kiranya selama ini diam dan usang.
Dengan demikian, jelaslah bahwa Al-Qayyum, Allah SWT, menginginkan kita untuk kembali ke jalan-Nya melalui proses- proses tadi. Kembali ke undang- undang Allah, al-Qur’an. Bukankah kita sering diingatkan bahwa tidak ada kejadian sekecil apapun yang luput dari pengawasan Allah? Sungguh, betapa kemuliaan Allah SWT itu sangat besar kepada Indonesia yang kita cintai ini. Allah SWT masih berbelas kasih untuk memberi kesempatan kepada kita untuk mengadakan perbaikan atas ke-jahil-an kita selagi belum terlambat. Allah berfirman dalam surat an-Nisa ayat 17, yang artinya: “Sesungguhnya taubat di sisi Allah hanyalah taubat bagi orang-orang yang mengerjakan kejahatan lantaran kejahilan, yang kemudian mereka bertaubat dengan segera, maka mereka Itulah yang diterima Allah taubatnya; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”[Q.S.an-Nisa’ (4):17].

Penutup
Dengan demikian, ajakan untuk bersyukur atas nikamat di atas, patut kita pertimbangkan. Sebab, jika saja Allah murka dan menghendaki cara- cara yang pintas untuk menyelesaikannya, tentu akan sangat mudah bagi Allah untuk melakukannya. Allah SWT berfirman dalam surat Ibrahim ayat 19, sebagai berikut:
               
Artinya: “Tidakkah kamu perhatikan, bahwa sesungguhnya Allah telah menciptakan langit dan bumi dengan hak; jika Dia menghendaki, niscaya Dia membinasakan kamu dan mengganti (mu) dengan makhluk yang baru.”[Q.S.Ibrahim (14):19]
Dalam tafsir ayat di atas, dijelaskan bahwa Allah menjadikan semua yang ada di langit dan di bumi ini (termasuk segala kejadian- kejadian di dalamnya) bukanlah dengan percuma, melainkan dengan penuh hikmah. Ada suatu nilai yang terkandung di dalamnya yang tidak semua ‘ibad mampu membacanya sebagai bukti kebesaran Allah SWT. Tinggal bagaimana upaya kita membaca itu sehingga kita mampu pula bersikap arif dalam segala tindakan sehari- hari kita. Oleh karena itu, penulis mengajak diri pribadi dan kita semua pada umumnya untuk meyakini bahwa kehadiran bencana sosial, bencana alam, dan bencana moral sebagaimana dideskripsikan sebelumnya merupakan skenario Allah SWT dalam memperbaiki peran kita sebagai hamba yang mempunyai tanggaungjawab individual dan sosial. Wallahu a’lam bi al-shawab.

* Ahmad J. Pianda:
Fakultas Ilmu Agama Islam Universitas Islam Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar