Muslimspot.com

Selasa, 15 Maret 2011

Tahapan Persidangan Dalam Perkara Pidana*

Oleh: Jondra Pianda

BAB I
PENDAHULUAN

Kisah dalam film Love Story in Harvard setidaknya dapat menjadi tinta penting dalam menulis sedikit deskripsi pada benak pikiran kita terkait tata beracara dan tahapan persidangan pidana. Sehingga menurut penulis adalah wajar jika film tersebut menjadi salah satu referensi ringan mahasiswa (hukum) dalam memperdalam secara praktis kiat/ strategi beracara pada persidangan pidana.


Dalam film serial yang mengambil latar tempat di negeri Gingseng, Korea dan USA dimana universitas terkenal John Harvard berdiri kokoh itu, diceritakan bagaimana upaya seorang mahasiswa Fakultas Hukum bernama Hyuunwoo memperjuangkan nasib teman dekatnya Su In, seorang mahasiswi Fakultas Kedokteran di Universitas yang sama, untuk selamat dari ancaman deportasi Fakultas Kedokteran Harvard yang terkenal. Melalui komisi disiplin dia disidang karena telah bertindak medis (layaknya dokter) tanpa adanya surat tugas atau medical license.yang menyebabkan korban mengalami lumpuh pada bagian tangan sementara dia (korban) adalah mahasiswa fakultas Seni Harvard.
Hyuunwoo dalam persidangan pada komisi disiplin yang nyaris menjadi persidangan pidana sesungguhnya- hal ini terjadi jika seandainya tersangka terbukti melanggar Undang- Undang yang menyebabkan celakanya orang lain- berhasil menyelamatkan Su In terbebas dari ancaman deportasi sekaligus pidana penuntut hukum yang diambil alih oleh sebuah Firma Hukum Harvard karena argumentasinya bahwa pada masyarakat Samaritan keputusan Su In untuk menangani secara medis korban yang telah sekarat walapun mengandung konsekuensi hukum pembunuhan, diperbolehkan karena alasan kemanusiaan. Hal ini sekaligus menorehkan nama Hyuunwoo dalam list Advokat/pengacara paling diminati oleh berbagai kalangan. Setelah usaha kerasnya dalam menemukan metode memutar balik fakta persidangan, pada akhir kisah dia menjadi ‘tuhan’ para pencari keadilan.
Sekelumit deskripsi tentang bagaimana berlangsungnya acara pidana dalam persidangan di atas yang mengawali penulisan makalah ini adalah sebagai gambaran bagaimana pentingnya peran seorang pengacara yang handal dalam menangani suatu kasus untuk menyelamatkan ketidakadilan atau bahkan pemahaman Hakim atau Undang- Undang yang bertentangan dengan prinsip- prinsip hukum.
Di Indonesia, sudah menjadi rahasia publik dimana hukum adalah milik para penguasa yang note-benenya memiliki kekuasaan financial lebih. Dominasi financial dalam mempengaruhi kePutusan Hakim dalam bertindak seadil- adilnya kian berkembang sebagai torehan negatif para penegak hukum akhir- akhir ini. Hal ini tentu mengundang keperihatinan yang luar biasa segenap generasi bangsa. Bagaimana tidak, pendidikan hukum yang telah dilalui para penegak hukum di kampus seolah tidak membekas dan justru menjadikan mereka mafia- mafia berdarah dingin yang terus menghantui dan membunuh tegaknya hukum yang adil. Sehingga menebar ketakutan para penegak hukum yang tidak demikian gilanya. Maka disinilah moral dan integritas para catur hukum dipertanyakan.
Materi dan praktek Peradilan Semu dalam hal mencetak para penegak hukum yang memiliki pemahaman yang komprehensif terhadap tegaknya hukum melalui persidangan dalam hal ini menemukan titik relevan. Melalui studi kasus yang aktual diharapkan mereka mampu membawa teori hukum dalam tahapan praktis sekaligus mengenalkan kepada mereka bagaimana panasnya atmosphere persidangan dalam proses pengumpulan fakta dan dikala kasus diangkat dalam tahap keputusan. Bahkan pada kasus tertentu, tidaklah jarang ditemui keputusan yang telah dinyatakan inkrah, dianggap layak untuk diangkat dalam sidang Banding.
Dalam kisah Love Story in Harvard hal demikian terjadi pada kasus Ny. Williams seorang wanita kulit hitam versus S’ Smart, sebuah minimarket di USA, karena tuduhan pencurian tape-recorder. Dimana karena alas an Rasisme pihak keamanan S’ Smart mengadili sepihak Ny. Wiiliams dengan cara yang kasar (kekerasan verbal) sehingga menyebabkan dia meninggal. Pada saat kasus ini dipersidangkan, pengadilan yang menangani kasus ini dianggap mengabaikan rasa keadilan dangan memenangkan pihak S’ Smart dengan alasan yang tidak logis.
Keluarga korban hanya dapat menerima keputusan tersebut karena telah menganggap bahwa kePutusan Hakim adalah keputusan “Tuhan” yang tak mungkin salah. Namun, fakta berkata lain ketika Hyuunwoo menangani kasus ini sebagai penasehat hukum keluarga Williams. Dalam persidangan terbukti bahwa penyebab kematian Ny. Williams adalah karena mendapat perlakuan kasar berbasis rasisme yang dilakukan oleh pihak keamanan S’ Smart.
Hal inilah yang kemudian menarik minat saya (sebagai Penasehat Hukum dalam kasus Century) untuk mengangkat kasus Bank Century menjadi pokok bahasan yang menggunakan pendekatan studi kasus ini. Diharapkan, dengan melaui berbaga proses pengumpulan fakta hingga proses pengambilan kePutusan oleh Hakim, hal ini dapat menjadi kontribusi positif bagi perkembangan wawasan penulis dan rekan- rekan mahasiswa dalam mengenal tata beracara dalam acara pidana dan dengan studi kasus Bank Century ini. Dengan demikian, hal ini kemudian dapat menjadi pertimbangan masyarakat khususnya pribadi dalam menyikapi kePutusan Hakim terkait masalah kasus pidana pada Bank Century yang hingga saat ini sebagian masih dalam proses hukum.

BAB II
TAHAPAN PERSIDANGAN DALAM PERKARA PIDANA
A. Alur Peradilan
Rangkaian penyelesaian Peradilan Pidana terdiri atas beberapa tahapan. Suatu proses penyelesaian Peradilan dimulai dari adanya suatu peritiwa hukum, misalnya seorang wanita yang tasnya diambil secara paksa oleh seorang remaja. Deskripsi di atas merupakan peristiwa hukum. Namun untuk menentukan apakah periwtiwa hukum itu merupakan suatu tindak pidana atau bukan haruslah diadakan suatu penyelidikan. Jalur untuk mengetahui adanya tindak pidana dalah melalui:
1. Pengaduan, yaitu pemberitahuan disertai 1 permintaan oleh pihak yang berkepentingan kepada pejabat yang berwenang untuk menindak menurut hukum seseorang yang telah melakukan tindak pidana aduan yang merugikan (Ps. 1 butir 25 KUHAP).
2. Laporan, yaitu pembeitahuan yang disampaikan oleh seseorang karena hak atau kewajiban berdasarkan Undang- Undang kepada pejabat yang berwenang tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadinya peristiwa pidana (Ps. 1 butir 24 KUHAP).
3. Tertangkap tangan, yaitu tertangkapnya seseorang pada waktu sedang melakukan tindak pidana, atau dengan segera sesudah bebrapa saat tindak pidana itu dilakukan, atau sesaat kemudian diserukan oleh khalayak ramai sebagai orang yang melakukannya atau apabila sesaat kemudian padanya ditemukan benda yang diduga keras telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana itu yang menunjukkan bahwa ia adalah pelakunya atau turut melakukan atau membantu melakukan tindak pidana lain.
Menurut pasal 1 butir 5 KUHAP, penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyelidikan menurut cara yang diatur oleh Undang- Undang. Adapun pihak yang berwenang untuk melakukan penyelidikan menurut pasal 4 KUHAP adalah setiap pejabat polisi Negara Republik Indonesia.
Delam melaksanakan penyelidikan, penyelidik memiliki kewajiban dan kewenangan. Penyelidik karena kewajibannya memiliki kewenangan antara lain sebagai berikut:
1. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana; (Ps. 5 KUHAP)
2. Mencari keterangan dan barang bukti (Ps.5 KUHAP)
3. Menyuruh berhenti seorang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tandang pengenal diri; Ps.5 KUHAP)
4. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung-jawab; Ps.5 KUHAP)
5. Atas perintah Penyidik dapat melakukan tindakan berupa:
a. Penangkapan, larangan meninggalkan tempat, penggeledahan dan penahanan.
b. Pemeriksaan dan penyitaan surat.
c. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang
d. Membawa dan menghadapkan seseorang pada Penyidik Ps.5 KUHAP)
6. Penyidik membuat dan menyampaikan laporan hasil pelaksanaan tindakan sebagaimana tersebut diatas. Ps.5 KUHAP)
7. Untuk kepentingan penyelidikan, penyelidik dan perintah Penyidik berwenang melakukan penangkapan. (Ps. 16 ayat 1 KUHAP).

Apabila setelah melalui tahap penyelidikan dapat ditentukan bahwa suatu peristiwa merupakan suatu peristiwa pidana, maka dilanjutkan dengan tahap Penyidikan. Menurut pasal 1 butir 2 KUHAP serangkaian tindakan Penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Undang- Undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang diatur dalam Undang- Undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangka. Sedangkan pihak yang berwenang dalam melakukan Penyidikan menurut pasa 6 KUHAP adalah pejabat polisi Negara Republik Indonesia dan pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh Undang- Undang. Karena kewajibannya tersebut maka Penyidik memiliki kewenangan sebagaimana diatur dalam pasal 7 dan 8, 31, 75, 110, dan 114 KUHAP.
Ketika melaksanakan penyelidikan dan Penyidikan, para aparat hukum melakukan suatu upaya paksa, yaitu serangkaian tindakan untuk kepentingan penyelidikan yang terdiri dari penangkapan (Ps.1 butir 20 KUHAP), penahanan (Ps.1 butir 21 KUHAP), penyitaan (Ps.1 butir 16 KUHAP), penggeledahan (Ps.1 butir 17 KUHAP)dan pemeriksaan surat (Ps.1 butir 18 KUHAP).
Para Penyidik kemudian menuangkan hasil penyelidikan tersebut kedalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP). BAP ini kemudian diserahkan oleh Penyidik kepada Penuntut Umum untuk dipelajari dan diteliti kelengkapannya sebagai dasar untuk membuat Surat Dakwaan. Menurut pasa 38 KUHAP, Penuntut Umum mengembalikan BAP tersebut kepada Penyidik apabila Penuntut Umum menilai bahwa BAP tersebut belum lengkap. Pengembalian ini diserta petunjuk tentang hal yang harus dilakukan untuk dilengapi oleh Penyidik dalam waktu 14 hari setelah penerimaan surat. Sebaliknya, apabila Penuntut Umum menganggap BAP tersebut telah lengkap maka Penuntut Umum akan membuat Surat Dakwaan dan dilanjutkan ke tahap penuntutan yang dilimpahkan ke Pengadilan Negeri yang berwenang menurut pasal 1 butir 7 KUHAP. Setelah proses penuntutan dilaksanakan maka dilanjutkan ke tahap Pemeriksaan di Pengadilan. Pada tahap inilah tahapan- tahapan/ proses berjalannya persidangan berlangsung.

B. Proses Jalannya Persidangan
SIDANG I : Pembacaan Surat Dakwaan
Tahapan Persidangan:
1. Hakim Ketua Majelis membuka sidang dan menyatakan sidang terbuka untuk umum, kecuali perkara kesusilaan atau terdakwa dibawah umur sidang dinyatakan tertutup untuk umum.
2. Terdakwa hadir dalam persidangan; jika tidak hadir: - Hakim menanyakan alasan ketidak hadiran terdakwa; - Hakim menanyakan apakan terdakwa telah dipanggil secara sah;
- apabila tidak sah, diadakan pemanggilan ulang (selama tiga kali)
3. Hakim menanyakan kepada terdakwa apakah ia didampingi oleh Penasehat Hukum (PH)
Bagi tindak pidana dengan hukuman pidana mati lebih 5 tahun wajib diampingi PH (Ps. 56 KUHAP)
4. Apabila didampingi PH, Hakim menanyakan Surat Kuasa dan Surat Izin Beracara.
5. Hakim menanyakan identitas terdakwa.
6. Hakim mengingatkan terdakwa untuk memperhatikan apa yang terjadi selama persidangan.
7. Hakim mempersilahkan JPU untuk membacakan surat dakwaannya.
8. Hakim menanyakan kepada terdakwa apakan terdakwa mengerti isi dan maksud Surat Dakwaan.
9. Hakim menjelaskan isi dan maksud Surat Dakwaan secara sederhana jika terdakwa tidak mengerti.
10. Hakim Ketua Majelis menanyakan kepada terdakwa/ PH apakah ia keberatan dengan Surat Dakwaan tersebut.
11. Hakim Ketua Majelis menyatakan sidang ditunda.

SIDANG II: Eksepsi (Jika ada)
Tahapan Persidangan:
1. Hakim Ketua Majelis membuka sidang dan menyatakan sidang terbuka untuk umum, kecuali perkara kesusilaan atau terdakwa dibawah umur sidang dinyatakan tertutup untuk umum.
2. Terdakwa hadir di persidangan.
3. Hakim Ketua Majelis menanyakan kepada terdakwa/ PH apakah sudang siap dengan eksepsinya.
4. Hakim Ketua Majelis memberikan kesempatan kepada terdakwa/ PH membacakan eksepsinya.
5. Hakim Ketua Majelis menanyakan kesiapan JPU untuk memberikan tanggapan terhadap eksepsi terdakwa; - apabila JPU akan menanggapi eksepsi maka sidang ditundang untuk pembacaan tanggapan JPU (lanjut ke form 3 dan form 4); - apabila JPU tidak akan menanggapi eksepsi maka sidang ditunda untuk pembacaan Putusan Sela (lanjut ke form 5).
6. Hakim Ketua Majelis menyatakan sidang ditunda.
7. Hakim Ketua Majelis menyatakan Putusan akan diberikan bersamaan dengan Putusan mengenai perkara pokoknya.

SIDANG III: Tanggapa Jaksa Penuntut Umum (JPU)
Tahapan Persidangan:
1. Hakim Ketua Majelis membuka sidang dan menyatakan sidang terbuka untuk umum, kecuali perkara kesusilaan atau terdakwa dibawah umur sidang dinyatakan tertutup untuk umum.
2. Terdakwa hadir di persidangan.
3. Hakim Ketua Majelis menanyakan kepada JPU apakah sudah siap dengan tanggapannya
4. Hakim Ketua Majelis memberikan kesempatan kepada JPU untuk membacakan tanggapannya.
5. Hakim Ketua Majelis menanyakan kepada terdakwa/ PH apakah akan menanggapi tanggapan JPU
6. Hakim Ketua Majelis menyatakan sidang ditunda

SIDANG IV: Tanggapan atas Tanggapan JPU
Tahapan Persidangan:
1. Hakim Ketua Majelis membuka sidang dan menyatakan sidang terbuka untuk umum, kecuali perkara kesusilaan atau terdakwa dibawah umur sidang dinyatakan tertutup untuk umum.
2. Terdakwa hadir di persidangan.
3. Hakim Ketua Majelis menanyakan kepada terdakwa/ PH apakah sudah siap dengan tanggapannya atas tanggapan JPU.
4. Hakim Ketua Majelis memberikan kesempatan kepada terdakwa/ PH untuk membacakan tanggapan atas tanggapan JPU.
5. Hakim Ketua Majelis menyatakan sidang ditunda.

SIDANG V: Putusan Sela
Tahapan Persidangan:
1. Hakim Ketua Majelis membuka sidang dan menyatakan sidang terbuka untuk umum, kecuali perkara kesusilaan atau terdakwa dibawah umur sidang dinyatakan tertutup untuk umum.
2. Terdakwa hadir di persidangan.
3. Hakim Ketua Majelis membacakan kePutusan sela.
Isi Putusan sela: Majlis menerima eksepsi yang diajukan oleh terdakwa.
“jika ya, sidang dilanjutkan pada taham sebelumnya.
“jika tidak, sidang dinyatakan ditutup.
4. Hakim Ketua Majelis menanyakan epada JPU apakan sudah siap dengan pembuktian.
5. Hakim Ketua Majelis menyatakan sidang ditunda.

SIDANG VI: Pembuktian (Pemeriksaan Saksi/ Saksi Ahli)
Tahapan Persidangan:
1. Hakim Ketua Majelis membuka sidang dan menyatakan sidang terbuka untuk umum, kecuali perkara kesusilaan atau terdakwa dibawah umur sidang dinyatakan tertutup untuk umum.
2. Hakim memeriksa apakah sudah tidak ada saksi- saksi yang akan memberikan keterangannya yang masih di persidangan.
3. Hakim mempersilahkan saksi yang masih ada di ruang sidang untuk keluar.
Pemeriksaan Saksi:
4. Hakim Ketua Majelis memerintahkan kepada JPU/ PH untuk menghadirkan saksi/ saksi ahli ke ruang sidang, terdakwa menempati tempatnya disamping PH.
5. Hakim menanyakan kesehatan saksi/ saksi ahli.
6. Hakim menanyakan identitas saksi/saksi ahli.
7. Hakim menanyakan apakah saksi mempunyai hubungan sedarah atau semenda atau hubungan pekerjaan dengan terdakwa; -jika ya (diperdalam dengan dialog).
8. Saksi/saksi ahli disumpah.
9. Majlis Hakim mengajukan pertanyaan kepada saksi/saksi ahli; -diperjelas dnegan dialog.
10. JPU mengajukan pertanyaan kepada saksi/saksi ahli; -diperjelas dengan dialog.
11. PH mengajukan pertanyaan kepada saksi/ saksi ahli; -diperjelas dengan dialog.
12. Setiap saksi selesai memberikan keterenganya, Hakim menanyakan kepada terdakwa benar/tidaknya keterangan saksi tersebut.
13. Apakah saksi/saksi ahli menarik kembali BAP Penyidik.
Pemeriksaan Barang Bukti:
14. JPU memperlihatkan barang bukti di persidangan
15. Hakim menanyakan kepada terdakwa dan saksi- saksi mengenai barang- barang bukti tersebut; -Hakim meminta kepada JPU, PH, terdakwa, saksi untuk maju ke muka sidang dan memperlihatkan barang bukti tersebut.
Pemeriksaan Terdakwa:
16. Hakim mengajukan pertanyaan kepada terdakwa.
17. Hakim mempersilahkan JPU untuk mengajukan pertanyaan.
18. JPU mengajukan pertanyaan kepada terdakwa; -diperjelas dengan dialog.
19. PH mengajukan pertanyaan kepada terdakwa; -diperjelas dengan dialog.
20. Setelah pemeriksaan keterangan saksi/saksi ahli, terdakwa serta barang bukti, Hakim menanyakan kepada JPU untuk membacakan tuntutannya.
21. Sidang ditunda;
- Urutan bertanya pada tahap pemeriksaan saksi/saksi ahli (saksi a charge): Hakim ketua, Hakim anggota, JPU lalu PH.
- Urutan bertanyan pada tahap pemeriksaan saksi/saksi ahli (saksi a de charge): Hakim ketua, Hakim anggota, PH, lali JPU.
- Saksi a charge adalah saksi yang memberatkan terdakwa atau saksi dari JPU.
- Saksi a de charge adalah saksi yang meringankan terdakwa atau saksi dari PH.

SIDANG VII: Pembacaan Tuntutan (Requisitoir)
Tahapan Persidangan:
1. Hakim Ketua Majelis membuka sidang dan menyatakan sidang terbuka untuk umum, kecuali perkara kesusilaan atau terdakwa dibawah umur sidang dinyatakan tertutup untuk umum.
2. Terdakwa berada di persidangan.
3. JPU membacakan tuntutannya; - diperjelas dalam keterangan, tuntutan JPU… tahun.
4. Hakim menanyakan kepada PH apakah akan mengajukan pembelaan.
5. Sidang ditunda.

SIDANG VIII: Pembacaan Pembelaan (Pledoi)
Tahapan Persidangan:
1. Hakim Ketua Majelis membuka sidang dan menyatakan sidang terbuka untuk umum, kecuali perkara kesusilaan atau terdakwa dibawah umur sidang dinyatakan tertutup untuk umum.
2. Hakim mempersilahkan PH membacakan pembelaannya.
3. PH membacakan pembelaannya.
4. Hakim menanyakan kepada JPU apakah akan mengajukan Replik.
5. Sidang ditunda.

SIDANG IX: Pembacaan Replik (tanggapan dari JPU atas Pledoi PH)
Tahapan Persidangan:
1. Hakim Ketua Majelis membuka sidang dan menyatakan sidang terbuka untuk umum, kecuali perkara kesusilaan atau terdakwa dibawah umur sidang dinyatakan tertutup untuk umum.
2. Terdakwa hadir di ruang sidang.
3. Hakim mempersilahkan JPU Membacakan Repliknya.
4. Hakim menanyakan kepada PH apakah akan mengajukan Duplik .
5. Sidang ditunda.

SIDANG X: Pembacaan Duplik (tanggapan dari PH atas Replik dari JPU)
Tahapan Persidangan:
1. Hakim Ketua Majelis membuka sidang dan menyatakan sidang terbuka untuk umum, kecuali perkara kesusilaan atau terdakwa dibawah umur sidang dinyatakan tertutup untuk umum.
2. Terdakwa hadir di persidangan.
3. Hakim mempersilaahkan PH membacakan Dupliknya.
4. Sidang ditunda untuk pembacaan Putusan.

SIDANG XI: Pembacaan Putusan
Tahapan Persidangan:
1. Hakim Ketua Majelis membuka sidang dan menyatakan sidang terbuka untuk umum, kecuali perkara kesusilaan atau terdakwa dibawah umur sidang dinyatakan tertutup untuk umum.
2. Terdakwa hadir di persidangan.
3. Hakim ketua menanyakan kesehatan terdakwa dan menanyakan apakah siap untuk mengikuti persisangan untuk pembacaan Putusan.
4. Terdakwa hadir dalam persidangan;
Jika tidak hadir: - Hakim menanyakan alas an ketidakhadiran terdakwa; - jika alasan memungkinkan Hakim ketua menunda sidang.
5. Pembacaan Putusan.
6. Hakim menanyakan apakah terdakwa mengerti isi Putusan tersebut.
Jika tidak mengerti Hakim ketua menerangkan secara singkat.
7. Putusan dibacakan dengan: “demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.
8. Putusan memuat identitas terdakwa.
9. Putusan memuat isi surat dakwaan.
10. Putusan memuat pertimbangan hukum.
11. Putusan pidana (vonis Hakim).
“dalam table keterangan dilengkapi dengan: vonis:… tahun
12. Putusan memuat hari dan tanggal diadakannya rapat musyawarah majelis.
13. Hakim menanyakan apakah para pihak adakan mengajukan upaya hukum.

Setelah terdakwa menerima vonis atau Putusan Hakim, ia masih memiliki upaya huku. Terdapat dua macam upaya hukum yang dapat ditempuh oleh terdakwa, yaitu:
1. Upaya Hukum Biasa
Upaya hukum ini terdiri atas tiga upaya, yaitu:
a. Banding, yaitu upaya hukum yang dapat diajukan baik oleh terdakwa maupun Penuntut Umum apabila merasa tidak puas terhadap Putusan pengadilan tingakat I.
Permohonan banding ini diajukan ke pengadilan tinggi dalam jangka waktu tujuh hari setelah Putusan dibacakkan apabila terdakwa hadir, ataupun tujuh hari setelah Putusan diberitahukan secara resmi kepada terdakwa apabila terdakwa tidaj hadir (Ps. 233 KUHAP).
b. Kasasi, upaya hukum yang diajukan terdakwa maupun Penuntut Umum apabila tidak puas terhadap Putusan pengadilan pada tingkat II, melalui pengadilan tingkat pertama (PN) yang mengadili perkara tersebut.
Permohonan kasasi diajukan dalam jangka waktu 14 hari setelah putusasn dibacakan apabila terdakwa hadir, atau 14 hari setelah Putusan siberitahukan secara resmi kepada terdakwa apabila terdakwa tidak hadir (Ps. 245 KUHAP).
Pihak yang mengajukan kasasi wajib menyerahkan memori kasasi dalam jangka waktu 14 hari setelah permohonan kasasi diterima oleh Mahkamah Agung (Ps. 248 KUHAP). Apabila jangka waktu tersebut tidak dipenuhi, maka hak untuk mengajukan permohonan kasasi tersebut gugur.
c. Perlawanan (verzet), Perlawanan ini diajukan oleh terdakwa dan terbagi atas dua macam, yaitu:
1. Perlawanan terhadap Putusan Hakim yang bersifat penetapan, maka perlawanan tersebut diajukan ke Pengadilan Tinggi (Ps. 156 KUHAP).
2. Perlawanan terhadap Putusan verstek. Perlawanan ini diajukan terdakwa apabila pada sidang pertama Hakim menjatuhkan Putusan tanpa kehadiran terdakwa. Perlawanan ini diajukan oleh terdakwa ke Pengadilan Negeri yang mengadili perkara tersebut (Ps.214 KUHAP).

2. Upaya Hukum Luar Biasa
Upaya hukum ini dilakukan terhadap suatu Putusan Hakim yang telah berkekuatan hukum tetap. Upaya hukum luar biasan ini terbagi atas dua macam, yaitu:
a. Peninjauan Kembali (PK), Upaya hukum ini hanya dapat diajukan oleh terpidana atau hali waris dari terpidana. Selain itu, PK ini hanya dapat dilaksanakan terhadap Putusan Hakim yang bersifat menghukum. Menurut pasal 263 ayat 2 KUHAP, alasan untuk mengajukan PK adalah:
1. Apabila terdapat keadaan baru yang menimbulkan dugaan kuat, bahwa jika keadaan itu sudah diketahui pada waktu sidang masih berlangsung, hasilnya akan berupa Putusan bebas atau Putusan lepas dari segala tuntutan hukum atau tuntutan Penuntut Umum tidak dapat diterima atau terhadap perkara itu diterapkan ketentuan pidana yang lebih ringan.
2. Apabila dalam pelbagai Putusan terdapat pernyataan bahwa sesuatu telah terbukti, akan tetapi hak atau keadaan sebagai dasar dan alas an Putusan yang dinyatakan telah terbukti itu, ternyata telah bertentangan satu dengan yang lain
3. Apabila Putusan itu dengan jelas memperlihatkan suatu kekhilafan Hakim atau suatu kekeliruan yang nyata.
b. Kasasi Demi Kepentingan Hukum (KDKH)
Upaya hukum ini hanya dapat dilakukan oleh Jaksa Agung. Tujuan dari upaya hukum ini adalah hanya untuk memperbaiki redaksional tertentu dari Putusan dan pertimbangan hukum yang tidak tepat, agar tidak terdapat kesalahan penahnan dikemudian hari. Isi Putusan tidak boleh bertentangan dengan kepentingan.

BAB III
TINJAUAN UMUM TERHADAP TUGAS DAN FUNGSI PENASEHAT HUKUM/ADVOKAT
A. Tugas, Fungsi dan Wewenang
Penasehat hukum adalah seseorang yang memenuhi syarat yang ditentukan oleh atau berdasar Undang- Undang untuk member bantuan hukum. Adapun tugas dan fungsi penasehat hukum antara lain:
a. Memberi jasa hukum, baik didalam maupun diluar Pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan undang-undang yang berlaku. (ps 1. UU Advokat (UU 13 tahun 2003 dan Ps. 1 Kode Etik Advokat Indonesia).
b. Turut mewujudkan prinsip-prinsip negara hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara (penjelasan umum UU Advokat)
c. Membantu tegaknya keadilan berdasarkan hukum untuk kepentingan masyarakat pencari keadilan, termasuk usaha memberdayakan masyarakat dalam menyadari hak-hak fundamental mereka di depan hukum. (penjelasan umum UU Advokat)

B. Advokat Sebagai ‘Tuhan’ Dalam Persidangan
Dengan diberlakukannya UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat, LN Tahun 2003 Nomor 49, TLN Nomor 4255, maka profesi advokat di Indonesia memasuki era baru. Suatu era yang dalam konteks ini diartikan sebagai pemacu bagi seorang calon advokat/advokat untuk lebih baik dalam memberi pelayanan hukum kepada masyarakat. Untuk itu, sebagai titik tolak, peran, fungsi dan perkembangan organisasi advokat perlu dipahami secara benar, baik dalam level filosofis (teori) maupun praktik.
Refleksi tentang Peran dan Fungsi Advokat
Pengertian advokat menurut Pasal 1 ayat (1) UU Advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik didalam maupun diluar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan undang-undang ini. Selanjutnya dalam UU Advokat dinyatakan bahwa advokat adalah penegak hukum yang memiliki kedudukan setara dengan penegak hukum lainnya (Hakim, Jaksa, dan polisi). Namun demikian, meskipun sama-sama sebagai penegak hukum, peran dan fungsi para penegak hukum ini berbeda satu sama lain.
Mengikuti konsep Trias Politica tentang pemisahan kekuasaan negara, maka Hakim sebagai penegak hukum menjalankan kekuasaan yudikatif, Jaksa dan polisi menjalankan kekuasaan eksekutif. Disini diperoleh gambaran Hakim mewakili kepentingan negara, Jaksa dan polisi mewakili kepentingan pemerintah. Sedangkan advokat tidak termasuk dalam lingkup kekuasaan negara (eksekutif, legislatif, dan yudikatif). Advokat sebagai penegak hukum menjalankan peran dan fungsinya secara mandiriuntuk mewakili kepentingan masyarakat (klien) dan tidak terpengaruh kekuasaan negara (yudikatif dan eksekutif).
Sebagai konsekuensi dari perbedaan konsep tersebut, maka Hakim dikonsepsikan memiliki kedudukan yang objektif dengan cara berpikir yang objektif pula sebab mewakili kekuasaan negara di bidang yudikatif. Oleh sebab itu, dalam setiap memeriksa, mengadili, dan menyesesaikan perkara, seorang Hakim selain wajib mengikuti peraturan perundang-undangan harus pula menggali nilai-nilai keadilan yang hidup dan berkembang ditengah-tengah masyarakat.
Jaksa dan Polisi dikonsepsikan memiliki kedudukan yang subjektif dengan cara berpikir yang subjektif pula sebab mewakili kepentingan pemerintah (eksekutif). Untuk itu, bila terjadi pelanggaran hukum (undang-undang), maka Jaksa dan polisi diberikan kewenangan oleh undang-undang untuk menindaknya tanpa harus menggali nilai-nilai keadilan yang hidup dan berkembang ditengah-tengah masyarakat. Dengan kata lain, setiap pelanggaran hukum (undang-undang), maka akan terbuka bagi Jaksa dan polisi untuk mengambil tindakan.
Sedangkan advokat dikonsepsikan memiliki kedudukan yang subjektif dengan cara berpikir yang objektif. Kedudukan subjektif Advokat ini sebab ia mewakili kepentingan masyarakat (klien) untuk membela hak-hak hukumnya. Namun, dalam membela hak-hak hukum tersebut, cara berpikir advokat harus objektif menilainya berdasarkan keahlian yang dimiliki dan kode etik profesi. Untuk itu, dalam kode etik ditentukan diantaranya, advokat boleh menolak menangani perkara yang menurut keahliannya tidak ada dasar hukumnya, dilarang memberikan informasi yang menyesatkan dan menjanjikan kemenangan kepada klien.
Dosa- Dosa Para Advokat
Layaknya tanggaungjawab seorang Hakim, seorang pengacara memiliki dua dimensi tanggungjawab sesuai tugas, fungsi dan wewenangnya dalam menegakkan ananah Tuhan dan Negara untuk menegakkan keadilan di atas permukaan bumi ini. Maka tidaklah berlebihan kiranya membagi tanggungjawab tersebut kedalam dua macam, yaitu:
a. Tanggung Jawab Hakim dan Penasehat Hukum Kepada Penguasa
Tanggung jawab Hakim kepada penguasa (negara) artinya telah melaksanakan Peradilan dengan baik, menghasilkan kePutusan bermutu, dan berdampak positif bagi bangsa dan negara.
1) Melaksanakan Peradilan dengan baik. Peradilan dilaksanakan sesuai dengan undang-undang, nilai-nilai hukum yang hidup dalam masayarakat, dan kepatutan (equity).
2) KePutusan bermutu. Keadilan yang ditetapkan oleh Hakim merupakan perwujudan nilai-nilai undang-undang, hasil penghayatan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat, etika moral masyarakat, dan tidak melanggar hak orang lain.
3) Berdampak positif bagi masyarakat dan negara. Langkah- langkah penasehat hukum dan kePutusan Hakim memberi manfaat kepada masyarakat sebagai kePutusan yang dapat dijadikan panutan dan yurisprudensi serta masukan bagi pengembangan hukum nasional.

b. Tanggung Jawab Kepada Tuhan
Tanggung jawab Hakim kepada Tuhan Yang Maha Esa artinya telah melaksanakan Peradilan sesuai dengan amanat Tuhan yang diberikan kepada manusia, menurut hukum kodrat manusia yang telah ditetapkan oleh Tuhan melalui suara hati nuraninya.
Dengan demikian, maka moralitas, integritas dan capabelitas Hakim dan pengacara dapat dikatakan sebagai hal yang mutlak dalam menjalankan tugasnya mengingat dua tanggaungjawa diatas. Maka pertanyaannya adalah sudahkan kedua catur penegak hukum itu berjalan pada rel nuraninya di persidangan?

BAB IV
CATATAN KRITIS TERHADAP HAKIM DAN JAKSA DALAM
PERSIDANGAN KASUS BANK CENTURY
A. Hakim
Hakim adalah pegawai negeri sipil yang mempunyai jabatan fungsional. Kode etik Hakim disebut juga kode kehormatan Hakim. Hakim juga adalah pejabat yang melaksanakan tugas kekuasaan keHakiman yang syarat dan tata cara pengangkatan, pemberhetian dan pelaksanaan tugasnya ditentukan oleh undang-undang. Adapun Kewajiban / Tugas Hakim tersebut utamanya adalah menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup di masyarakat.
Dalam masyarakat yang masih mengenal hukum tidak tertulis, serta berada dalam masa pergolakan dan peralihan. Hakim merupakan perumus dan penggali dari nilai-nilai hukum yang hidup dikalangan rakyat. Untuk itu ia harus terjun ke tangah-tengah masyarakat untuk mengenal, merasakan, dan mampu menyelami perasaan hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.
Dengan demikian Hakim dapat memberikan kePutusan yang sesuai dengan hukum dan rasa keadilan masyarakat. Hakim wajib memperhatikan sifat-sifat baik dan buruk dari tertuduh dalam menentukan dan mempertimbangkan berat ringannya pidana. Sifat-sifat yang jahat maupun yang baik dari tertuduh wajib diperhatikan Hakim dalam mempertimbangkan pidana yang akan dijatuhkan. Keadaan-keadaan pribadi seseorang perlu diperhitungkan untuk memberikan pidana yang setimpal dan seadil-adilnya. Keadaan pribadi tersebut dapat diperoleh dari keterangan orang-orang dari lingkungannya, rukun tetangganya, dokter ahli jiwa dan sebagainya.
Hal ini, menurut penulis, nampaknya belum muncul secara keseluruhan dalam persidangan kasus Bank Century. Apa yang dimunculkan Hakim dalam persidangan tersebut mengisyaratkan adanya inconsistensi ketua Hakim karena dasar pertimbangan yang lemah. Maka berdasar fakta persidangan, sangatlah mungkin jika penasehat hukum mengajukan BANDING atas kePutusan Hakim.

B. Jaksa Penuntut Umum (JPU)
Sesuai dengan pasal 1 ayat 1 KUHAP, Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh Undang- Undang untuk bertindak sebagai Penuntut Umum serta melaksanakan Putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Adapun tugas dan wewenang Jaksa menurut UU No 8 tahun 1981 tentang KUHP, Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh Undang- Undang ini untuk bertindak sebagai Penuntut Umum serta melaksanakan Putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap”. Sedangkan Penuntut Umum Adalah Jaksa yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penunuttan dan melaksanakan penetapan Hakim. Dengan demikian, dapat diperinci bahwa tugas Jaksa adalah sebagai berikut:
a. Sebagai Penuntut Umum; Dalam tugasnya sebagai Penuntut Umum, Jaksa mempunyai tugas: Melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan Hakim.
b. Pelaksana Putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (eksekutor).
c. Menurut UU No. 5 Tahun 1991 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kejasaan Republik Indonesia, dalam melaksanakan ketentuan-ketentuan dalam Pasal 1, keJaksaan mempunyai tugas dalam pasal (2) yang berbunyi: (1) a. mengadakan penuntutan dalam perkara-perkara pidana pada pengadilan yang berwenang;b. Menjalankan kePutusan dan penetapan Hakim pidana. (2) Mengadakan Penyidikan lanjutan terhadap kejahatan dan pelanggaran serta mengawasi dan mengkoordinasikan alat-alatr Penyidik menurut ketentuan-ketentuan dalam UU Hukum Acara Pidana dan lain-lain peraturan. (3) Mengawasi aliran-aliran kepercayaan yang dapat membahayakan masyarakat dan Negara dan (4) Melaksanakan tugas-tugas khusus lain yang diberikan kepadanya oleh suatu peraturan negara.
Berdasar pada fakta dalam pelaksanaan persidangan kasus Bank Century, Nampak sekali bahwa kapabalitas Jaksa Penuntut Umum sangat lemah dalam menyelaraskan antara isi surat dakwaan dan tuntutan. Sehingga menurut penulis, akibat kelemahan ini maka seharusnya Hakim dengan pertimbangan yang ada memutuskan terdakwa kasus Bank Century tersebut adalah LEPAS DARI SEGALA TUNTUTAN.

*Oleh: Jondra Pianda








2 komentar: