Muslimspot.com

Rabu, 04 Mei 2011

Respon Seputar Pertanyaan Tentang Hukum Akad

Oleh: Jondra Pianda, S.Sy.
Jawaban Soal Nomor 1: Pengertian Perikatan dan Perjanjian
Hakikat antara perikatan dan perjanjian pada dasarnya sama, yaitu merupakan hubungan hukum antara pihak- pihak yang diikat di dalamnya, namun pengertian perikatan lebih luas dari perjanjian, sebab hubungan hukum yang ada dalam perikatan munculnya tidak hanya dari perjanjian tetapi juga undang- undang. Hal lain yang membedakan keduanya adalah bahwa perjanjian pada hakikatnya pmerupakan hasil kesepakatan para pihak , jadi sumbernya benar- benar kebebasan pihak- pihak yang ada untuk diikat dengan perjanjian sebagaimana diatur dalam pasal 1338 KUHPerdata. Sedangkan perikatan selain mengikat karena danya kesepakatan juga mengikat karena diwajibkan oleh undang- undang, contohnya perikatan antara orang tua dengan anaknya muncul karena adanya kesepakatan dalam perjanjian diantaranya ayah dan anak tetapi perintah undang- undang.
Selain itu, perbedaan antara perikatan dan perjanjian juga terletak pada konsekuensi hukumnya. Pada periktan masing- masing pihak mempunyai hak hukum untuk menuntut pelaksanaan prestasi dari masing- masing pihak yang telah terikat. Sementra pada perjanjian tidak ditegaskan tentang hak hukum yang dimiliki oleh masing- masing pihak yang berjanji apabila salah satu dari pihak yang berjanji tersebut ternyata ingkar janji, terlebih karena pengertian perjanjian dalam pasal 1313 KUHPerdata menimbulkan kesan seolah- olah hanya merupakan perjajian sepihak saja. Definisi pasal tersebut menggambarkan bahwa tindakan dari satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih, tidak hanya merupakan suatu perbuatan hukum yan mengikat tetapi dapat pula merupakan perbuatan tanpa konsekuensi hukum.
Konsekuensi hukum lainya yang muncul dari pengertian itu adalah bahwa oleh karena dasar perjanjian adalah kesepakatan para pihak, maka tidak dipenuhinya suatu prestasi dalam perjanjian menimbulkan ingkar janjia (wanprestasi), sedangkan tidak dipenuhinya suatu prestasi dalam perikatan menimbulkan konsekuensi hukum sebagai perbuatan melawan hukum (PMH).

Jawaban Soal Nomor 2.: Pengertian Akad dan Iltizam
1.      Secara etimologi, istilah akad mempunyai banyak arti, diantaranya adalah ikatan, hukum, pengesahan, serta menggabungkan segala sesuatu dan mempersatukannya.
2.      Menurut pengertian ulama fiqh, kata Akad mempunyai dua pengertian:
a.       Pengertian Khusus (pengertian yang sering digunakan)
Adanya kesepakatan serah terima dari kedua belah pihak sesuai dengan ketentuan yang berlaku untuk memperoleh sesuatu dari hasil transaksi. Kesepakatan tersebut bisa diungkapkan melalui tulisan, isyarat, perbuatan, atau dengan sebuah ungkapan tertentu.
b.      Pengertian Umum
Terdapat sebagian ulama yang memberikan pengertian akad secara umum, diantaranya adalah imam al-Jassash (penganut madzhab Hanafiah) yang menyatakan bahwa akad adalah, segala transaksi yang menyebabkan terciptanya hukum syar'i.
3.   Perbandingan Antara Akad dan Iltizam
Iltizam menurut istilah bahasa, adalah suatu keharusan atau tuntutan yang harus dilakukan seseorang. Sedangkan menurut pendapat ulama Iltizam ialah kewajiban seseorang untuk melakukan perbuatan yang baik secara mutlak ataupun tidak. Ada juga yang memberikan pengertian bahwa sesungguhnya Iltizam adalah keharusan seseorang untuk bertindak atau tidak demi sebuah kemaslahatan bagi orang lain.
Adapun pembagian iltizam ada dua:
1.      Iltizam Ikhtiari: adalah suatu keharusan yang dilakukan oleh seseorang atas dasar suka rela tanpa adanya paksaan dari pihak lain
2.      Iltizam Qasri: adalah kewajiban seseorang utntuk bertindak karena orang lain.

Jawaban Soal Nomor 3: Sumber Akad dan Iltizam
Dalam ajaran islam terkait masalah perikatan atau yang lebih dikenal dengan istilah akad. Sesuai dengan definisi sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa hubungan hukum yang terjadi antara pihak- pihak yang melakukan akad tersebut terdiri dari tiga hal pokok, yaitu: hubungan untuk melakukan sesuatu, tidak melakukan sesuatu dan kepemilikan, sebagaimana telah dibahas mengenai sumber perikatan syari’ah sebelumnya. Yang pada intinya hubungan hukum yang terjadi dalam perikatan syari’ah tidak jauh berbeda dengan hubungan hukum yang terjadi dalam perikatan konvensional. Namun demikian tetap, kedua perikatan itu memiliki perbedaan- perbedaan yang cukup mendasar.  
Dalam hal suatu perhubungan uhkum mengenai suatu benda, hukum B.W membedakan antara hak terhadap suatu benda dan hak terhadap orang, sedemikian rupa bahwa, meskipun suatu perjanjian adalah mengenai suatu benda, perjanjian itu tetap merupakan perhubungan hukum antara orang- dan orang, lebih tegas lagi antara seorang tertentu dan orang lain tertentu. Artinya hukum B.W tetap memandang suatu perjanjian sebagai hubungan hukum dimana seorang tertentu, berdasar atas suatu perjanjian, berwajib untuk melakukan sesuatu hal, dan orang tertentu berhak menuntut pelaksanaan kewajiban itu.
Dalam B.W, ada tersebut suatu macam perikatan yang dinamakan “natuurlijke verbintenis” secara tegas tidak diberikan apa yang dimaksud dengan perikatan semacam itu. Satu- satunya pasal yang memakai istilah tersebut ialah pasal 1359 ayat 2, yang hanya menerangkan, bahwa terhadap natuurlijke verbintenis”, tidaklah diperkenankan untuk meminta apa yang telah dibayarkan itu. Dengan kata lain apa yang sudah dibayarkan tetap menjadi hak si berpiutang, karena pembayaran tersebut dianggap sah. Artinya tidak termasuk dalam golongan pembayaran yang tidak diwajibkan, seperti yang dimaksudkan dalam ayat 1 pasal 1359.

Jawaban soal nomor 4: Sebab- Sebab Berakhirnya Perjanjian
Terpenuhinya prestasi atau perikatan yang disepakati dan syarat- syarat tertentu dalam perjanjian dapat menjadi sebab berakhirnya perjanjian, misalnya habisnya jangka waktu yang telah disepakati dalam perjanjian atau dalam loan agreement, semua hutang dan bunga atau denda jika ada telah dibayarkan. Secara keseluruhan, KUHPerdata mengatur factor- factor lain yang dapat menyebabkan berakhirnya perjanjian yang sebenarnya jika dibandingkan dengan berakhirnya perikatan dalam hokum syar’I tidak jauh berbeda jika tidak mengatakannya sama, diantaranya karena:
1)      Pembayaran
            Pembayaran tidak selamanya diartikan dalam bentuk penyerahan uang semata, tetapi terpenuhinya sejumlah prestasi yang diperjanjikan juga memenuhi unsure pembayaran
2)      Penawaran Pembayaran, Diikuti Dengan Penyimpangan atau Penitipan
            Pemenuhan prestasi dalam suatu perjanjian sepatutnya dilaksanakan sesuai hal yang diperjanjikan termasuk waktu pemenuhannya, namun tidak jarang prestasi tersebut dapat dipenuhi sebelum waktu yang diperjanjikan. Penawaran dan penerimaan pemenuhan pestasi sebelum waktunya dapat menjadi sebab berakhirnya perjanjian, misalnya perjanjian pinjam- meminjam yang pembayarannya dilakukan dengan gigilan, apabila pihak yang berhutang dapat membayar semua jumlah pinjamannya sebelum jatuh tempo, maka perjanjian dapat berakhir sebelum waktunya.
3)      Pembaharuan Hutang
            Pembaharuan hutang dapat menyebabkan berakhirnya perjanjian, sebab munculnya perjanjian baru menyebabkan perjanjian lama yang diperbaharui berakhir. Perjanjian baru bias muncul karena berubahnya pihak dalam perjanjian, misalnya perjanjian novasi dimana terjadi pergantian pihak debitur atau karena berubahnya perjanjian pengikatan jual beli menjadi perjanjian sewa, karena pihak pembali tidak mampu melunasi sisa pembayaran.
4)      Perjumpaan Hutang Dan Kompensasi
            Perjumpaan hutang terjadi karena antara kreditur dan debitur saling menghutang terhadap yang lain, sehingga utang keduanya dianggap terbayar oleh piutang mereka masing- masing.
5)      Percampuran Hutang
            Berubahnya kedudukan pihak atau suatu objek perjanjian juga dapat menyebabkan terjadinya percampuran hutang yang mengahirir perjanjian, contohnya penyewa rymah yang berybah menjadi pemilik rumah karena dibelinya rumah sebelum waktu sewa berakhir maka sementara masih ada tunggakan sewa yang belum dilunasi.

6)      Pembebasan Hutang
            Pembebasan hutang dapat terjadi karena adanya kerelaan pihak kreditur untuk membebaskan debitur dari kewajiban membayar hutang, sehiongga dengan terbebasnya debitur dari kewajiban pemenuhan hutang, maka hal yang disepakati dalam perjajian sebagai syarat sahnya perjanjian menjadi tidak ada padahal suatu perjanjian dengan dengan demikian berakhirlah perjanjian.
7)      Musnahnya Barang yang Terhutang
            Musnahnya barang yang diperjanjikan juga menyebabkan tidak terpenuhinya syarat perjajian karena barang sebagai hal (objek) yang diperjanjikan tidak ada, sehingga berimplikasi pada berakhirnya perjanjian yang mengaturnya.
8)      Kebatalan atau Pembatalan
            Tidak terpenuhinya syarat sah perjanjian dapat menyebabkab perjanjian berakhir, misalnya karena pihak yang melakukan perjanjian tidak memenuhi syarat kecakapan hukum. Tata cara pembatalan yang disepakati dalam perjanjian juga dapat menjadi dasar berakhirnya perjanjian. Terjadinya pembatalan suatu perjanjian yang tidak diatur perjanjian hanya dapat terjadi atas dasar kesepakatan pra pihak sebagaimana diatur dalam pasal 1338 KUHPerdata atau dengan putusan pengadila yang didasarkan pada pasal 1266 KUHPerdata.
9)      Berlakunya Suatu Syarat Batal
            Dalam pasal 1265 KUHPerdata diatur kemungkinan terjadinya pembatalan perjanjian oleh karena terpenuhinya syarat batal yang disepakati dalam perjajian.
10)  Lewatnya Waktu (Daluarsa)

Jawaban Soal Nomor 5 : Pengertian dan Macam- Macam Khiyar
Kata khiyar dalam bahasa arab berarti pilihan, pembahasan al khiyar dikemukakan oleh para ulama fiqih dalam permasalahan yang menyangkut transaksi dalam bidang perdata khususnya transaksi ekonomi, sebagai salah satu  hak bagi kedua belah pihak yang melakukan transaksi tersebut.
Secara terminologis para ulama mendefinisikan khiyasr dengann:
“Hak pilih bagi salah satu atau kedua belah pihak yang melaksanakan transaksi untuk melangsungkan atau membatalkan transaksi yang disepakati sesuai dengan kondisi masing- masing pihak yang melakukan transaksi. Tujuannya adalah untuk menjaga aspek kemashlahatan dalam transaksi antara kedua belah pihak yang berakad tersebut.”

Macam- macam khiyar:
1.        Khiyar Al Majlis;
Adalah hak pilih yang dimiliki kedua belah pihak untuk membatalkan akad, selama keduanya massih berada dapam majlis akad (toko). Artinya keduanya belum terpisah badan atau salah satu danatara keduanya telah melakukan pilihan untuk menjual dan atau membeli.
2.        Khiyar Al Ta’yin
       Adalah hak pilih yang dimiliki kedua belah pihak yang berakad untuk menentukan barang yang berbeda kualitasnya dalam jual- beli.
3.        Khiyar al syarth
       Adalah adalah hak pilih yang dimiliki salah satu atau kedua belah pihak yang berakad atau orang lain untuk meneruskan atau membatalkan jual- beli, selama masihd alam tenggang waktu yang ditentukan.
4.        Khiyar Al ‘Aib
       Adalah hak pilih yang dimiliki kedua belah pihak yang berakad untuk membatalkan atau meneruskan jual- beli karena terdapat suatu cacat yang tidak diketahui oleh penjual sebelumnya atau saat berlangsungnya akad.
5.        Khiyar Al Ru’yah
       Adalaah hak pilih bagi pembeli untuk menyatakan berlaku atau batal jual- beli yahg ia lakukan terhadap suatu objek yang belum ia lihat ketika akad berlangsung.
6.        Khiyar Naqad (pembayaran)
Adalah bahwa pihak melakukan jual- beli dengan ketentuan, jika pihak pembeli tidak menyerahkan barang setelah adanya pembayaran jumlah tertentu, atau sebeliknya penjual tidak menyerahkan sejumlah uang terhadap apa yang telah ia bel, maka masing- masing pihak yang merasa dirugikan tersebut dapat membatalkan transaksi atau akad.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar