Muslimspot.com

Sabtu, 07 April 2012

Hakikat Cinta yang Hakiki (The Power of Love to Rasulullah SAW)

Jondra Pianda, S.Sy.
 

Kedudukan manusia di mata Allah itu berbeda walaupun sama-sama ciptaan-Nya, dalam hal ibadah atau bentuk ketaatan tertentu.Ini menunjukan adanya level atau derajat yang berbeda pula. Kalau begitu pertanyaannya adalah apa yang menyebabkan adanya perbedaan kedudukan atau derajat manusia di mata Allah itu?
Ketika adzan berkumandang di waktu subuh, zuhur, asar, maghrib dan isa setiap muslim serentak mengerjakan salat diwaktu-waktu itu. Ketika bulan Ramadhan tiba, seluruh hamba Allah itu mengerjakan puasa bersama-sama pula. Ketika musim haji, serentak semuanya berduyun-duyun mengunjungi baitullah di Mekkah untuk melaksanakan rukun islam kelima itu. Setiap ibadah mahdhah yang dikerjakan tersebut dikerjakan sama baik rukun, syarat dan ketentuan-ketentuan lainnya. Yang membedakannya adalah motivasi yang dibangun oleh hati untuk mengerjaka ibadah-ibadah itu.

Ada dua orang sama-sama berprofesi sebagai petani yang motivasinya untuk kesejahteraan keluarga. Sampai di sini sama. Tapi ada yang membedakan keduanya. Yaitu niat untuk beribadah karena Allah atau bekerja hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhan duniawi. Di sinilah akan timbul ada rizki yang berkah ada pula yang tidak atau kurang berkah.  
Atau ada dua orang sama-sama berdo’a. yang satu langsung terkabul dan yang satunya tidak. Padahal do’anya sama. Ada apa dibalik dikabulkan atau tidaknya doa kedua orang itu. Kalau saya ibaratkan permohonan kepada Presiden. Maka permohonan siapakah yang akan didahulukan Presiden, permohonan seorang Menteri ataukah seorang petani. Tentu saja, permohonan menteri akan lebih dahulu dikabulkan karena kedudukannya yang special di mata Presiden dibandingkan petani biasa.
Kita akan menjadi seseorang yang special di mata Allah jika kita memiliki cinta yang special pula. Yaitu cinta yang lebih dari pada manusia lainnya. Dengan cinta kita akan mempersembahkan apa saja terhadap siapa yag kita cintai. Jiwa, raga, harta bahkan nyawa sekalipun. Tidak perduli sebesar apapun badai menghadang. Lautan api pun akan disebrang. Kesimpulannya, dalam kondisi dan situasi apapun, cinta dapat mendorong orang melakukan sesuatu lebih dari apa yang dapat dilakukan orang lain. Ibarat seorang pemuda yang begitu mencintai kekasihnya, tidak peduli siang atau malam, panas atau dingin, jika sang kekasih memanggil. Dia pasti akan segera memenuhi panggilan itu.
Lalu bagaimana cara untuk menumbuhkan cinta yang spesial kepada Allah?
Cinta kepada Allah itu dapat kita lakukan dengan cara membaca Al-Qur’an sebagai firman Allah yang berisi segala persoalan dunia dan akhirat. Cinta kepada Al-Qur’an dapat kita lakukan dengan mencintai Rasulullah. Karena Al-Qur’an adalah akhlak Rasulullah. Cinta kepada Rasulullah akan terwujud dengan mengidolakannya dan mengerjakan segala sunnah-sunnahnya yang agung. Dengan besarnya cinta kita kepada Rasulullah, maka islam yang melekat dalam diri kita akan terjaga dan terpelihara. Jika kita telah menjada dan memelihara islam dalam diri, maka tidak ada imbalan yang pantas dari Allah selain surga. Dan mudah-mudahan kiat semua termasuk para ahli surga itu.
Salah satu bukti bagaimana kekuatan cinta kepada Rasulullah dapat mengalahkan beribu-ribu musuh adalah sebagaimana ijtihad yang dilakukan oleh Shalahuddin Al-Ayyubi ketika akan berperang melawan tentara salib di Perang Salib (1187). Perang salib adalah perang keagamaan yang terjadi hamper dua abad antara pasukan greja Kristen dari Roma, Prancis, Jerman dan lain-lain atas seruan Paulus Paulus Pemimpin organisasi greja yang berada di Roma-Italia pada tahun 1096-1291. Mereka diperintahkan bergabung untuk menyerang, membunuh, dan membantai umat islam kala itu. Disebut salib karena ekspidisi militer Kristen mempergunakan salib sebagai alat pemersatu untuk menunjukkan bahwa peperangan yang mereka lakukan adalah perang suci dan bertujuan untuk membebaskan kota suci Baitulmakdis (Yarussalem) dari tangan orang-orang islam. Sehingga dengan jumlah yang luar biasa besarnya, umat islam diserang dan akhirnya kalah. Beribu-ribu nyawa kaum laki-laki, perempuan, anak-anak, tua dan muda melayang karena pembantaian secara massal.  
Salahuddin Al-Ayyubi seorang panglima perang muslim dari Mesir terheran-heran dengan fakta yang terjadi. Dalam ijtihadnya, dia berpikir, mengapa umat islam pada saat itu tidak pernah menang dalam peperangan melawan pasukan kafir. Padahal pada zaman Rasullullah, yang terjadi justeru sebaliknya. Umat islam selalu menorehkan kemenangan ketika berperang. Tidak peduli satu lawan satu bahkan satu banding sepuluh. Pasukan islam pasti bisa mengibarkan bendera kemenangan. Sebut saja Perang Badar, Perang Khandak, Perang Uhud sekali pun. Fakta kemenangan islam sejak zaman Rasulullah itu, adalah bahwa  islam dapat tersebar diseluruh penjuru Timur Tengah. Mulai dari Arab hingga Andalusia di Spanyol. Bahkan sampai Asia.
Shalahuddin Al-Ayyubi terus berfikir untuk menemukan jawaban atas pertanyaannya tadi. Mengapa islam jadi lemah pada masanya. Akhirnya, dia menemukan jawaban bahwa penyebab kejayaan umat islam pada masa Rasulullah adalah karena Rasulullah masih ada atau eksis ditengah umat islam pada saat itu. Sosok yang begitu dicintai dan disegani tidak hanya oleh kawan tetapi juga oleh lawan. Sosok yang orang rela mati untuknya demi membela islam.
Berapa banyak orang bermimpi atau mecita-citakan untuk dapat pergi berperang bersama Rasulullah. Berapa banyak wanita rela menyedekahkan perhiasaannya kepada Rasulullah untuk kepentingan perang. Betapa banyak orang rela memasang badan membela Rasulullah dari serangan panah musuh. Betapa banyak pemuda bersedia mengucurkan darah karena terpenggal atau tersayat tajamnya pedang.
Dalam sebuah cerita tentang keagungan Rasulullah adalah ketika beliau berada di suatu tempat yang sepi, datanglah seorang musuh bersenjatakan pedang dan menghunuskannya di leher Rasulullah seraya bertanya siapakah yang dapat menyelamatkannya dalam kondisi tersebut. Dengan tenang Rasulullah menjawab, Allah lah yang mampu menyelamatkannya dari bahaya yang nyaris mengakhiri hidupnya itu. Seketika hati sang kafir itu gemetar dan secara spontan pedang yang terhunus yang siap menebas leher Rasulullah itu terlepas dari gengaman. Apakah Rasulullah mengambil pedang itu dan membalas menghunuskannya ke leher sang kafir dan menebasnya. Ternyata tidak, Rasulullah tidak melakukan itu karena beliau berperang bukan karena dendam. Mengapa rasa dendam itu tidak muncul ketika itu. Karena Rasulullah melakukan apa yang dilakukannya dengan landasan cinta kepada Allah. Beliau begitu menyadari bahwa perjuangannya adalah karena cintanya yang begitu besar kepada Allah. Maka pernahkah kita mendengar Rasulullah mengalami kegagalan dalam hidupnya. Inilah alasan mengapa Rasulullah begitu dicintai umat islam pada masa itu.
Cinta kepada Rasulullah itulah yang menurut Salahuddin Al-Ayyubi telah berkurang atau hilang dari.diri umat islam pada saat itu. Sebgai penyebab lemahnya umat dan hilangnya pandangan musuh terhadap kekuatan islam. Selanjutnya Shalahuddin Al-Ayyubi berfikir tentang bagaimana cara membangkitkan cinta umat islam kepada Rasulullah pada saat itu. Untuk itu, Shalahuddin memerintahkan kepada pasukannya untuk mengumpulkan pada penyair terkemuka untuk menulis kitab-kitab terbaik tentang Rasulullah. Dan salah satu karya terbaik itu adalah seperti yang kita kenal dengan kitab Al-Barzanji. Yang berisi tentang sejarah dan puji-pujian kepada Rasulullah atau shalawat. Di samping itu, Shalahuddin juga memerintahkan umat islam pada saat itu untuk merayakan hari kelahiran Rasulullah yaitu setiap tanggal 12 Rabiul Awwal. Hal ini semuanya bertujuan agar umat islam pada saat itu tidak hanya mengenal tetapi juga mengetahui sejarah keperibadian, dan perjuangan Rasulullah. Sehingga akan timbul Rasa cinta terhadap manusia luar biasa itu.
Al hasil, umat islam dari berbagai penjuru pun bersatu dan begitu bergairah memperjuangkan islam sebagaimana perjuangan Rasulullah. Pada akhirnya, perang salib yang terjadi pada periode kedua ini  berhasil dimenangkan oleh umat islam. Dan hilanglah kekhawatiran Shalahuddin Al-Ayyubi akan lemahnya islam pada masa itu. Namun demikian, Shalahuddin tidak kemudian membantai para tawanan sebagaimana dilakukan tentara salib para perang salib periode pertama. Ketika ditanya mengapa, dia menjawab karena perjuangannya tidak lain dilandasi cinta bukan karena dendam.
Sosok seperti Shalahuddin Al-Ayyubi inilah yang patut kita contoh. Pemimpin yang tidak hanya tahu sebab masalah tetapi juga tahu jalan keluar atau solusi atas permasalahan tersebut. Maka jika kita merasa bahwa umat islam di Indonesia ini mengalami hal yang sama dengan umat islam pada masa Shalahuddin Al-Ayyubi, yaitu lemah karena hilangnya cinta terhadap Allah dan Rasulullah. Maka tidaklah ada salahnya kita pun menjadikan ijtihad Shalahuddin sebagai inspirasi untuk kita terapkan dalam kehidupan kita dengan landasan cinta mengharap ridho Allah. 
Semoga Allah senantiasa menghindarkan kita dari segala bencana, baik bencana alam ataupun bencana moral dan perpecahan. Dan menggolongkan kita pada kelompok manusia yang akan menerima syafa’at Rasulullah di akhirat kelak. Allahumma amin ya Robbal ‘alamin.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar