Muslimspot.com

Sabtu, 14 April 2012

KETIKA AL-QUR’AN DIGUGAT (Jawaban Bagi yang Suka Bertanya)

Oleh: Jondra Pianda, S.Sy.

Sengaja saya memilih tema Al-Qur’an dengan judul Ketika Al-Qur’an Digugat, Jawaban Bagi yang Suka Bertanya; karena tulisan ini berisi tanggapan yang ditujukan bagi seseorang yang spesial. Seseorang yang menurut saya cerdas karena rasa keingin-tahuannya yang begitu besar terhadap Islam walaupun dia sendiri adalah non-Islam. Darinya pula akhirnya saya mengetahui bahwa disamping dua agama samawi (agama langit, yaitu Islam dan Kristen) terdapat pula keyakinan yang memposisikan dirinya berada diantara kedua agama Tuhan tersebut. Keyakinan inilah yang dianggap paling benar oleh “yang suka bertanya” itu.  

Sedikit saya deskripsikan bagaimana keyakinan itu, bahwa dia menuhankan Allah SWT sebagaimana orang Islam meyakininya tetapi tidak dengan Muhammad sebagai Nabi terakhir. Sebaliknya Nabi Isa a.s. menurutnya adalah Nabi terakhir sehingga Isa a.s. lah yang akan diturunkan menjelang kiamat, sebagaimana orang Islam meyakininya pula. Orang kristen pada umumnya telah salah menganggap Isa a.s. sebagai Tuhan, ini merupakan bentuk kekafirannya terhadap Kristen sehingga dia dan kelompok marginalnya dianggap sesat dan menyimpang.
Berada pada wilayah pemikiran marginal biasanya memaksa seseorang untuk menginvansi pemikirannya itu sehingga mendapat kepuasan yang nyata. Syndrome membeda-bedakan satu pemikiran dengan pemikliran yang lain adalah manifestasi dari bentuk derasnya dorongan diri untuk mengadakan perluasan ide. Inilah kemungkinan yang menurut saya terjadi pada “yang suka bertanya” dan yang suka pula menggugat itu.


Islam adalah agama yang sangat mudah digugat karena relatif termuda diantara agama-agama samawi dan duniawi lainnya. Sebagai kitab suci orang Islam, Al-Qur’an adalah objek yang paling sering menjadi gugatan orang non-Islam. Hal ini disebabkan karena  Al-Qur’an  adalah sumber utama –di samping hadis-  ajaran yang berisi segala ide tentang Islam. Dengan menggugat Al-Qur’an, berarti menggoyahkan akar dari pohon yang disebut Islam, sebut saja akidah (ketuhanan/tauhid), syariah (hukum/ibadah), dan muamalah (akhlak/sosial). Hal ini mengandung pengertian bahwa seseorang yang lemah pengetahuannya tentang kandungan Al-Qur’an, akan mudah tergoyah dan tercabut dari apa yang dia yakini sebagai suatu kebenaran itu. Hal inilah yang membuat kita begitu khawatir baik terhadap diri kita sendiri ataupun orang disekitar kita yang seringkali dihadapkan pada pertanyaan ekstrem seputar isi kandungan Al-Qur’an. 

Al-Qur’an biasa didefinisikan sebagai firman Allah SWT yang disampaikan oleh malaikat Jibril a.s. sesuai redaksi-Nya kepada Nabi Muhammad saw., dan diterima oleh umat Islam secara tawatur (beruntun). Isi pokok kandungannya mencakup tiga hal utama yaitu, akidah, syariah dan muamalah. Terkait pembahasan ini, maka tidak ada salahnya saya sampaikan bahwa disamping ketiga hal pokok itu, Al-Qur’an juga berisi mukjizat (bukti kebenaran). Yaitu mukjizat yang dimiliki atau terdapat di dalamnya, bukan bukti kebenaran yang datang dari luar Al-Qur’an atau faktor luar. 

Mukjizat (bukti kebenaran) Al-Qur’an ditinjau dari beberapa aspek, yaitu: aspek kebahasaan yang memuat keistimewaan Al-Qur’an dari segi susunan kata dan kalimat, keseimbangan dan ketelitian redaksinya. Di samping aspek pertama itu, mukjizat Al-Qur’an juga dapat dipandang dari segi pemberitaan gaib yang terjadi secara nyata dan tingkat akurasinya mencapai seratus persen. Dengan mukjizat yang dipaparkan itu, maka Allah SWT melalui Al-Qur’an secara tegas mengatakan bahwa tidak ada keraguan di dalamnya (Al-Baqoroh:2), dan Dia mengikutinya dengan menantang siapa saja yang meragukan kebenaran Al-Qur’an untuk mendatangkan kitab atau tulisan jenis apa pun yang kemudian disandingkan dengan Al-Qur’an (Yunus:38).

Kalaupun ada yang mempertanyakan siapa yang mengarang Al-Qur’an? Maka bukti yang menuntut rasionalitas berikut saya kira cukup untuk menjawabnya. Bukti kebenaran yang menunjukkan bahwa Al-Qur’an bukan hasil karya Nabi Muhammad saw., melainkan Allah SWT.  Di dalamnya terdapat ayat-ayat teguran berupa kecaman, ancaman Allah SWT terhadap Muhammad, Nabi-Nya. Misalnya dalam surat ‘Abasa ayat 1-12, Al-Anfal ayat 67-69 dan surat Ali Imran ayat 128. Isi ringkas ketiga ayat ini adalah kecaman, ancaman, dan pengampunan, serta anugrah Allah SWT kepada Nabi Muhammad karena beberapa perilakunya yang kurang sesuai dengan kehendak Allah SWT. Namun demikian, hal ini justru merupakan bukti bahwa Muhammad adalah manusia biasa sehingga memiliki sisi kemanusiaan yang tak pernah lepas lagi khilaf. Dia bukan Malaikat, dia sama dengan manusia biasa. Hanya saja dia mampu mengenal dan mengembangkan potensi ruhaniyah lah yang menjadikannya berbeda. Inilah yang disebut oleh M. Quraish Shihab sebagai Mukjizat. 

Uraian silih berganti antara kecaman, ancaman, dan pengampunan, serta anugrah itu, tidaklah mungkin muncul dari diri seorang manusia biasa yang sedang diliputi oleh kondisi tertentu. Bisakah terhimpun antara kesenangan dan kesusahan, amarah dan cinta, kecaman dan pujian pada saat yang bersamaan? Kalaupun bisa, maka pasti yang kedua menghapus yang pertama, tetapi mengapa di sini keduanya ditampilkan bersamaan? Kalau yang dituturkan ayat tersebut bersumber dari diri Nabi saw., maka dapat dipastikan bahwa beliau langsung akan sampai pada izin makan atau menggunakan harta rampasan itu, tanpa menyinggung lagi sikap yang beliau ambil sebelumnya.
Dengan pemaparan tentang mukjizat Al-Qur’an di atas, maka sejatinya Al-Qur’an adalah kitab suci yang begitu agung dan memuat keagungan karena diciptakan oleh Yang Maha Agung. Oleh karena itu, Al-Qur’an hanya bisa ditafsirkan oleh orang yang bersih hatinya sehingga dia mengerti keinginan Allah SWT di dalam Al-Qur’an, dan kompeten yaitu orang yang menguasai beberapa ilmu secara bersamaan. Dengan kata lain, hak menafsir Al-Qur’an hanya milik orang yang telah memenuhi kriteria subjektif dan beberapa kriteria ilmu yang harus dikuasai (al-qowa’id allati yahtaju ilaiha al mufassir) yang terdapat dalam ‘Ulumut Tafsir. Ilmu-ilmu tersebut di antaranya adalah al ‘limu al muhkam wal mutasyabih, al ‘am wal khash, an nasikh wal mansukh, al muthlaq wal muwayyad, dan almanthus wal mafhum. Di samping itu, terdapat pula satu syarat subjektif yang tidak kalah signifikan dengan syarat-syarat terdahulu yaitu menguasai bahasa Arab secara utuh. 

Dengan demikian, jika kemudian ada orang Islam atau non-Islam yang mencoba menafsirkan Al-Qur’an tanpa mempedulikan ketentuan-ketentuan di atas maka saya persilakan pembaca memberikan penilaian. Atau yang  paling sering terjadi adalah munculnya penafsir terjemah Al-Qur’an. Dan inilah yang saya maksud dengan “yang suka bertanya” pada judul tulisan ini. Orang yang selalu memposisikan Al-Qur’an sebagai jiplakan dan hasil karya Muhammad saw. Dalam benaknya, tidak ada Nabi utusan Tuhan setelah Isa a.s. dengan kitab Injil yang dibawanya. Sehingga dia mementahkan semua isi  Al-Qur’an, membanding-bandingkanya dengan  Injil, dengan ilmu yang sangat terbatas. Layaklah jika kemudian saya serupakan dia sebagai orientalis yang diserang habis-habisan oleh Prof. Quraish Shihab dalam buku Mukjizat Al-Qur’an

Permasalahan tidak hanya sampai di sini, sebab para orientalis kalangan bawah tidak hanya membaca dan menafsirkan terjemah Al-Qur’an, tapi juga berusaha memperdalam informasi tentang pemahaman terhadap Al-Qur’an melalui orang Islam di sekitarnya dengan membuka ruang diskusi yang sering kali tidak berimbang. Ironisnya, yang mereka ajak diskusi itu adalah mereka yang awam pengetahuanya tentang ilmu Al-Qur’an yang dengan keluguannya terpancing merespon setiap pertanyaan orientalis yang jauh telah disiapkan (well-prepared) sebelumnya. Artinya, respons yang muncul dari yang menjawab hanya sebatas doktrin bahwa Al-Qur’an memuat suatu kebenaran yang nyata tanpa mengetahui akar ajaran demikian. Al hasil, dalil yang disampaikan pun sangat mudah dipatahkan. 

Sebagai penutup, jika kemudian masih ada keraguan dalam diri anda –para orientalis- terhadap kebenaran Al-Qur’an maka –mudah-mudahan saya salah- bahwa  faktor kebencian anda adalah penyebabnya. Sebab yang telah menutupi akal dan rasio sehat anda. Dan saya sampaikan bahwa Allah SWT swt., menantang anda untuk mencarikan kitab terbaik yang anda punya atau ketahui untuk dijadikan bahan tandingan bagi Al-Qur’an. Wallahu a’lam bish shawab!

Bantul, 13 April 2012
Salam manis

Mas Guru YoPi



Tidak ada komentar:

Posting Komentar