Muslimspot.com

Selasa, 03 Mei 2011

Bagian V: Kesimpulan dan Saran terkait Pemikiran Hukum Islam KH. Abdurrahman Wahid dan Pengaruhnya terhadap Gerakan Pembaruan Hukum Islam di Indonesia

Oleh: Jondra Pianda, S.Sy.
A.  Kesimpulan
            Berdasarkan pembahasan yang telah penulis lakukan di atas, maka dapat penulis simpulkan beberapa hal:
1.        Hegemoni pemikiran kaum neo-modernis Islam di Timur Tengah dan Barat, memiliki porsi yang besar dalam proses pembentukan pemikiran Gus Dur. Sebelumnya para ahli usul fiqih telah berhasil merumuskan suatu konsep penetapan hukum Islam, yakni konsep maqāshid al-syarī’ah. Perumusan ini, sangat berpengaruh terhadap pemikiran hukum  Islam Gus Dur sehingga melahirkan ciri khas pada corak pemikiran hukum Islam-nya yaitu penempatan kemaslahatan (al-maslahāt al-‘ammah) dan keadilan (al-‘adālah al-ijtimā’iah), sebagai prioritas tujuan penetapan hukum Islam yang berdasar pada Al-Qur’an dan Al-Sunnah. Adapun letak perbedaan pemikiran hukum Islam Gus Dur dengan pemikir-pemikir sebelumnya bahwa pertimbangan aspek kultur lokal di mana hukum Islam dituntut mampu beradaptasi, sangat dominan.
2.        Metodologi yang digunakan Gus Dur dalam pemikiran tentang hukum Islam dapat dikategorikan kedalam dua metode, yaitu: Pertama, metode istislāhi; metode ini digunakan Gus Dur untuk membangun  hubungan struktur hukum yang berpedoman kepada gabungan antara Al-Qur’an, Sunnah, ijtihād dan ijmā’ ulama. Kedua, terkait kajian normatif (interpretasi teks), Gus Dur menggunakan pendekatan sosio-kultural. Pendekatan ini digunakannya sebagai alat pembantu dalam menunjukkan konteks sosial terkait penerapan suatu hukum. Hal ini bertujuan untuk memberikan perspektif baru terhadap teks. Maksudnya, teks dipahami dari konteks dan sosio-kultural di mana ia menjadikan manusia sebagai subjek penafsiran keagamaan. Hal ini ditujukan untuk memperpendek jarak antara teks dan realitas.

3.        Sebagai salah satu tokoh awal noe-modernisme Islam yang memiliki kecenderungan berfikir “liberal” di Indonesia, pemikiran liberal Gus Dur berpengaruh –walaupun tidak signifikan- terhadap pemikiran intelektual setelahnya, khususnya di kalangan Nahdlatul Ulama. Adapun bentuk konkrit dari pengaruh pemikiran Gus Dur berupa dukungan secara verbal dan sebagai fasilitator bagi para intelek muslim untuk berfikir kritis dan terbuka tentang ajaran Islam. Hal tersebut ditandai dengan berdirinya P3M sebagai Organisasi non-pemerintah yang dirintis Gus Dur untuk tujuan di atas. Terdapat dua intelektual muslim yang nyaris memiliki pemikiran Islam yang elektif  seperti Gus Dur, yaitu Masdar F. Mas’udi dengan “al-Islam Emansipatoris”, dan Ulil Absar Abdalla dengan label “Islam Liberal”.  Pengaruh pemikiran Gus Dur tersebut dapat dilihat dari beberapa poin yang mendasari ide “liberal” kedua pemikir muda NU tersebut. Salah satu yang menjadi titik temu pemikiran hukum Islam antara Gus Dur, Masdar F. Mas’udi dan Ulil Absar Abdalla adalah bahwa penetapan suatu hukum Islam menurut ketiganya harus memprioritaskan kemaslahatan dan keadilan bagi umat Islam.
B.  Saran
1.        Berbagai kecenderungan ijtihad yang dilakukan oleh para mujtahid kontemporer di Indonesia dewasa ini, hendaknya mampu memberikan tawaran yang obyektif terhadap ajaran Islam (fiqih), sehingga tawaran –tawaran tersebut dapat diterima oleh masyarakat dan sejalan dengan esensi ajaran Islam yang tertuang dalam Al-Qur’an dan Sunnah. Hal tersebut dapat dimulai dari persiapan yang sempurna yaitu ijtihad yang dilandasi dengan niat yang sempurna, motivasi yang benar, menguasai ilmu Al-Qur’an dan al-Hadis sebagai sumber hukum, menguasai ilmu usul fiqih sebagai alat istinbat hukum dan perlu juga menguasai pengetahuan yang terkait dengan peristiwa hukum yang terhadapnya akan diakukan ijtihad.
2.        Bahwa Gus Dur adalah figur yang sangat berpengaruh sekaligus kontroversial terhadap pelaksanaan hukum Islam di masyarakat, khususnya  warga NU, maka penelitian dan sosialisasi tentang pemikiran Gus Dur dan para pemikir yang memiliki pola pemikiran Islam yang sama dengannya, hendaknya harus lebih intensif dan komprehensif dilakukan oleh para sarjana hukum Islam di Indonesia.
3.        Masyarakat hendaknya senantiasa menjaga nilai-nilai objektifitas dalam menyimpulkan corak pemikiran Gus Dur.  Kepentingan individu ataupun golongan hendaknya jangan sampai dikedepankan sehingga pada akhirnya memberikan kesimpulan yang “murtad” terhadap Gus Dur. Sebab, apa yang diperjuangkan Gus Dur sendiri pada hakikatnya murni untuk memajukan Islam atau paling tidak memberikan wacana positif bagi perkembangan pemikiran hukum Islam di Indonesia. Dengan kata lain, hendaknya penelitian terhadap pemikiran Gus Dur dilakukan secara komprehensif dan berdasar pengalaman empirik. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar